MASA
KECIL NABI MUHAMMAD SAW HINGGA REMAJA
Makalah
A.
Latar Belakang
Gurun tandus yang dikelilingi gurun
pasir dan gunung-gunung, yang mana pada masa itu kehidupan manusia sangatlah
buruk, sehingga disebutlah pada masa itu dengan zaman jahiliyah atau zaman
kebodohan manusia, dilahirkanlah seorang manusia pilihan, yang merupakan
pembawa cahaya iman, sebagai panutan akhlak yang mulia bagi umat manusia dan
jin sampai akhir kehidupan di dunia ini. Beliau adalah bernama Muhammad SAW,
seorang manusia pilihan yang dilahirkan dengan penuh kemuliaan hingga akhir
hayatnya
Satu-satunya rasul Allah yang diutus
untuk semua ras dan golongan adalah nabi Muhammad SAW. Karena itu ajarannya sangat
universal, tidak hanya tentang ibadah dan keakhiratan, namun juga urusan-urusan
duniawi yang mencakup semua sisi kehidupan manusia, mulai dari masalah makan
hingga urusan kenegaraan. Namun demikian, masih banyak orang yang buta terhadap
pribadi dan kehidupan beliau. Akibatnya, mereka terhalang untuk melihat dan
merasakan kebenaran yang dibawanya.
Nabi Muhammad SAW adalah contoh dan
teladan yang baik bagi semua umat. Dari Kisah perjalanan
hidup Nabi, kita sebagai manusia biasa dapat mengambil berbagai teladan agar
kita tidak tersesat dalam pergaulan yang salah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah kehidupan Nabi Muhammad semasa
kecil?
2.
Bagaimana sejarah kehidupan Nabi Muhammad semasa
remaja?
3.
Apa ibrah terdapat dalam sejarah kehidupan Nabi
Muhammad semasa kecil hingga remaja?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil
1.
Nabi Muhammad di Dusun Bani Sa'ad
Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari
dusun Bani Sa'ad, supaya disusukan dan diasuh di dusun itu, sesuai dengan adat
kebiasaan yang telah berlaku dalam lingkungan para bangsawan Quraisy pada masa
itu.
Adat kebiasaan para bangsawan Quraisy bertujuan agar anak
itu hidup didalam udara padang pasir yang bersih dan dalam suasana yang bebas
merdeka. Dengan demikian, tubuh anak dapat tumbuh dengan segar dan sehat,
kecerdasan pikirannya dapat ditunjang dengan semangat hidup yang bebas merdeka
karena dalam pergaulannya tidak dipengaruhi oleh pergaulan hidup orang asing.
Nabi Muhammad disusukan dan diasuh oleh Halimah, tetapi tidak berselang beberapa hari, banyak kejadian yang
terjadi diantaranya, keadaan rumah tangga dan keluarga Halimah tampak kelihatan
berbahagia. Air susunya yang untuk disusukan kepada Nabi SAW bertambah banyak, kambing miliknya bertambah gemuk dan
keadaan segala sesuatu miliknya bertambah baik.
Kira-kira setelah dua tahun Nabi Muhammad disusui dan
diasuh oleh Halimah, dan sesudah beliau dihentikan menyusu, lalu oleh Halimah
diantar kembali kepada ibunya, Aminah. Oleh Aminah, kedatangan anaknya itu
disambut dengan sangat gembira, tetapi kepada Halimah dia meminta dan mengharap
supaya anaknya itu dibawa kembali ke dusunnya karena Aminah khawatir tubuh
anaknya yang tampak subur dan sehat itu akan terganggu penyakit di kota Makkkah.
Oleh Halimah,permintaan itu diterima baik, kemudian Nabi SAW, dibawa lagi ke dusun Bani Sa'ad sampai berumur empat
tahun.[1]
2. Kejadian yang Aneh
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas mengatakan,
bahwa Malaikat Jibril mendatangi Muhammad SAW
di saat beliau sedang bermain-main dengan anak-anak lainnya. Beliau
kemudian diajak pergi, lalu dibaringkan, dibedah dadanya lalu dikeluarkan
hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal darah hitam, lalu Malaikat Jibril
berkata: “Inilah bagian setan yang ada dalam tubuhmu!”. Hati beliau lalu di
cuci dengan air Zamzam dalam sebuah bokor kencana, kemudian diletakkan kembali
pada tempat semula, lalu dada beliau ditutup kembali.
Anak-anak
lain yang bermain-main dengan beliau lari menemui ibu susuan dan memberitahukan
bahwa Muhammad SAW mati dibunuh orang.
Semua anggota keluarga datang ke tempat beliau dan mereka melihat Muhammad SAW
dalam keadaan cemas dan pucat pasi.[2]
3. Kematian Ibu
Dengan
adanya peristiwa pembelahan
dada itu. Halimah merasa khawatir terhadap keselamatan beliau hingga dia
mengembalikannya kepada ibu beliau. Maka beliau hidup bersama ibunda tercinta
hingga berumur 6 tahun.
Aminah
merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara
mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh
perjalanan sejauh 500 kilometer bersama putranya yang yatim, Muhammad SAW,
disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini.
Setelah menetap selama sebulan di Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap
untuk kembali ke Makkah. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan
akhirnya meninggal
dunia di Abwa’, yang terletak antara Makkah dan Madinah.[3]
4. Kematian Kakek
Kemudian
beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththolib di Makkah. Perasaan kasih
sayang di dalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin
terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya yang lama. Hatinya bergetar oleh
perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya
sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih
mengutamakan cucunya daripada anak-anaknya.
Ibnu
Hisyam berkata, “Ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah untuk Abdul
Muththolib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk-duduk di sekeliling dipan itu hingga
Abdul Muththolib keluar ke sana, dan tak ada seorang pun di antara mereka yang
berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan terhadap dirinya. Suatu kali
selagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjadi anak kecil yang montok,
beliau duduk di atas dipan itu. Tatkala Abdul Muththalib melihat kejadian ini,
dia berkata, “Biarkan anakku
ini. Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung.“ Kemudian Abdul Mutholib
duduk bersama beliau di atas dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan
senantiasa merasa gembira terhadap apa pun yang beliau lakukan.
Pada
usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Abdul
Muththolib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu
Thalib, saudara kandung bapak beliau.[4]
5. Dibawah Asuhan Abu Thalib
Abu
Thalib melaksanakan hak anak saudaranya
dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anak sendiri. Bahkan, Abu Thalib lebih
mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan
perhatian dan penghormatan. Hingga berumur lebih dari 40 tahun beliau mendapat
kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup di bawah penjagaannya, rela menjalin
persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau.[5]
6.
Meminta Hujan dengan Wajah Beliau
Ibnu
Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di
Makkah, orang-orang sedang dilanda paceklik. Orang-orang Quraisy berkata,”
Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda.Marilah kita
berdoa meminta hujan.”
Maka
Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah
matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan
pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia
memegang anak kecil itu dan memenempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah.
Jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya bersih dari mendung,
tiba-tiba mendung itu datang dari seluruh penjuru, lalu menurunkan hujan yang
sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu
Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya, “Putih berseri
meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.”[6]
B.
Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Remaja
1. Bepergian ke Negeri Syam
Di
tengah keluarga Abu Thalib, Muhammad SAW
tumbuh dan dibesarkan. Sejalan dengan pertambahan usianya, bertambah kesadaran
yang mendalam mengenai segala sesuatu yang ada disekitarnya. Ia berniat keras
ingin membantu kesukaran pamannya. Karena banyak anak dan sedikitnya harta yang
dimiliki. Ketika Abu Thalib memutuskan hendak berdagang ke Syam,Muhammad s.a.w.
dengan tekad bulat hendak turut pergi. Ketika itu beliau mencapai usia tiga
belas tahun.[7]
2.
Bahira Sang Rahib
Selagi usia Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
mencapai dua belas tahun, dan ada yang berpendapat, lebih dua bulan sepuluh
hari, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga
tiba di Bushra, sebuah daerah yang sudah termasuk Syam dan merupakan ibukota
Hauran, yang juga merupakan ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun di bawah
kekuasaan bangsa Romawi. Di negeri ini ada
seorang Rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira, yang nama aslinya adalah
Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah ini, sang Rahib menghampiri mereka
dan mempersilakan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan.
Padahal sebelum itu rahib tersebut tidak pernah keluar, namun begitu dia bisa
mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari sifat-sifat beliau.
Sambil
memegang tangan beliau, sang Rahib berkata, “Orang ini adalah pemimpin semesta
alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Abu Thalib
bertanya, “Dari mana engkau tahu hal itu?” Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya
sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada pepohonan dan bebatuan pun melainkan
mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku
bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di bagian tulang rawan
bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di
dalam kitab kami.”
Kemudian
Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa
melanjutkan perjalanan ke Syam karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang
Yahudi. Maka Abu Thalib mengirim beliau bersama pemuda agar kembali lagi ke
Makkah.[8]
3. Ke Medan Perang Al-Fijar
Pada
usia lima belas tahun, meletus Perang Fijar antara pihak Quraisy bersama
Kinanah dengan komandan yang dipegang oleh Harb bin Umayyah, berhadapan dengan
pihak Qais Ailan. Perang ini bagi orang-orang Quraisy merupakan upaya untuk
mempertahankan kesucian bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan
Rajab) dan Tanah Suci. Lambang-lambang kesucian itu merupakan sisa peninggalan
agama Nabi Ibrahim a.s. yang masih tetap dihormati oleh orang-orang Arab.
Setelah Islam datang tradisi peninggalan Nabi Ibrahim a.s. diakui kedudukannya
oleh agama ini.[9]
Dinamakan
perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram dan
bulan-bulan suci tersebut yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap
jahiliyah.[10]
Peperangan
terjadi di suatu
tempat bernama Nakhlah, yaitu suatu tempat yang berada antara kota Makkah dan Thaif. Nabi saw
ikut ke medan perang karena diajak dan ditarik oleh para pamannya yang ikut
berperang dan yang memegang tampuk pimpinan perang saat itu. Tentang usia
beliau kalla itu, para ulama ahli tarikh berselisih pendapat. Sebagian
mengatakan 15 tahun dan sebagian lagi mengatakan 20 tahun.
Tentang
apa yang dikerjakan oleh beliau dalam peperangan itu, para ulama ahli tarikh
berselisih pendapat juga. Sebagian berpendapat bahwa beliau hanya mengumpulkan
anak panah yang datang dari pihak musuh kegaris kaum Quraisy, lalu menyerahkan
kepada para pamannya untuk dilepaskan kembali kearah pihak musuh dan sebagian
yang lain mengatakan bahwa beliau juga turut melepaskan anak panah kearah
musuh.[11]
4. Menjadi Anggota Hilful-Fudhul
Pada
saat itu kota Mekah sudah tidak ada keamanan lagi. Kekuasaan pihak Quraisy
tidak sanggup menjamin keamanan para penduduk Mekah dan sekitarnya. Dalam
lingkungan pemerintahan kota Mekah tidak ada jabatan kehakiman dan kepolisian
guna mengadili kesalahan orang yang berbuat salah, guna menjamin serta menjaga
keamanan hak milik dan jiwa orang dari gangguan orang-orang yang suka berbuat
curang dan sewenang-wenangnya.
Berhubung
dengan itu, atas inisiatif dan usaha beberpa orang Quraisy dari Bani Hasyim,
Bani Abdul Muthalib, Bani Abdul Manaf, Mani Zuhrah,
dan Bani Taim yang dipelopori oleh Zubair bin Abdul Muthalib, pada suta hari
diadakanlah salah suatu pertemuan penting bertempat dirumah Abdullah bin Jud'an
at-Taimi, orang yang tertua dan bepengaruh dalam lingkungan mereka pada saat
itu. Adapun yang dibicarakan dalam pertemuan itu berkaitan dengan tidak adanya
kehakiman dan undang-undang guna melindungi kepentingan segenap penduduk di
kota Makkah dan daerahnya,
terutama untuk melindungi kaum yang lemah dan golongan lapisan bawah yang
dianiaya oleh pihak yang kuat.
Putusan
yang diambil dalam permusyawaratan itu singkatnya yaitu; di kota Makkah dan daerahnya
diadakan suatu perserikatan yang bertujuan hendak memulihkan keamanan dan
menegakkan keadilan bagi seluruh penduduk kota Makkah dan sekitarnya. Perserikatan itu
dinamakan Hilful-Fudhul (sumpah utama) dan berpusat di kota Makkah.
Pada
waktu itu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun. Sekalipun beliau dalam
permusyawaratan itu tampak kelihatan paling muda, tetapi karena beliau itu
seorang yang sudha dikenal sebagai seorang yang berpikiran cerdas, penyantun,
dan berbudi luhur, maka ketika itu beliau terpilih menjadi salah seorang anggota
pengurus perserikatan itu. Dan pilihan
ini diterima beliau dengan baik.[12]
Persekutuan
ini disebut "al-Fudhal", yang diambil dari tiga peserta utama yang
masing-masing bernama al-Fadhl. Hal itu juga menunjukkan bahwa persekutuan ini
disebut "al-Fudhal" karena ia memiliki tujuan yang begitu mulia dan
nama tersebut sebagai tanda penghormatan.[13]
5. Mengembala Kambing
Pada
awal masa remaja, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mempunyai
pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa
mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah dengan imbalan
berupa uang beberapa dinar.
Pada
usia dua puluh tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang
dagangan milik Khadijah. Ibnu ishaq menuturkan, Khadijah binti Khuwailid adalah
seorang wanita pedagang, terpandang dan kaya raya. Dia biasa menyuruh
orang-orang untuk menjalankan barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada
mereka. Sementara orang-orang Quraisy memilki hobi berdagang. Tatkala Khadijah mendengar
kabar tentang kejujuran perkataan beliau, kredibilitas dan kemuliaan akhlak
beliau, maka diapun mengirim utusan dan menawarkan beliau agar pergi ke Syam untuk
menjalankan barag dagangannya. Dia siap memberikan imbalan jauh lebih banyak
dari imbalan yang pernah dia berikan kepada pedagang lain. Beliau harus pergi
bersama seorang pembantu yang bernama Maisarah. Beliau menerima awaran ini.
Maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan disertai Maisarah.[14]
C.
Ibrah Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil-Remaja
1.
Meneladani sikap rasul dalam menghadapi suka duka kehidupan.
2.
Dapat diambil pelajaran dari berbagai perjalan hidup Rasul dalam menghadapi
rintangan hidup.
3.
Mencontoh perlaku beliau yang merupakan seorang yang berpikiran cerdas,
penyantun, dan berbudi luhur sehingga beliau terpilih
sebagai anggota perserikatan hilful fudhul.
4.
Menjadi uswah sebagai seorang yatim piatu yang
senantiasa tegar dan penuh semangat.
5.
Hidupnya dapat menjadi pembelajaran bagi kita
semua dalam segala aspek.
6.
Dalam menggembala kambing dapat diambil hikmah
dalam belajar bersabar dan belajar strategi.
7.
Dalam mendidik generasi yang santun dan memiliki
kesopanan serta kelemahlembutan akan muncul, jika anak tersebut diasuh wanita yang
sopan santun dan ramah pula yaitu ketika beliau dalam asuhan Halimah.
8.
Rasul ketika kecil memberi pelajaran bagaimana
kita dapat berkembang dalam kehidupan yang mandiri, ulet, tangguh dan tanggung
jawab sejak dini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad. Saat
Muhammad berusia lima tahun terjadi peristiwa pembelahan dada.Aminah merasa
perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara mengunjungi
kuburannya di Yatsrib. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya
meningga dunia di Abwa’, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah kematian ibu beliau, Muhammad diasuh oleh kakeknya sendiri, yaitu
Abdul Muthalib. Sampai beliau berusia 8 tahun kakeknya meninggal dunia, kemudian
Muhammad diasuh oleh pamannya sendiri yaitu, Abu Thalib.
2.
Selagi usia Rasulullah SAW mencapai dua belas tahun, Abu Thalib mengajak
beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, mereka
bertemu dengan pendeta Nasrani bernama Bakhira. Kemudian Rahib Bahira meminta
agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa melanjutkan perjalanan ke
Syam karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang Yahudi.Pada usia lima
belas tahun Nabi SAW ikut ke medan perang Fijar karena diajak dan ditarik oleh
para pamannya yang ikut berperang dan yang memegang tampuk pimpinan perang saat
itu. Pada waktu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun, Nabi menjadi salah
seorang anggota pengurus Hilful Fudhul.Pada awal masa remaja, Rasulullah
SAW tidak mempunyai pekerjaan tetap.
Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa mengembala kambing
di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah. Pada
usia dua puluh tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang
dagangan milik Khadijah.
3.
Ibrah Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa
Kecil-Remaja:
a.
Meneladani sikap rasul dalam menghadapi suka duka kehidupan.
b.
Dapat diambil pelajaran dari berbagai perjalan hidup Rasul dalam menghadapi
rintangan hidup.
c.
Mencontoh perlaku beliau yang merupakan seorang yang berpikiran cerdas,
penyantun, dan berbudi luhur sehingga beliau terpilih sebagai anggota
perserikatan hilful fudhul.
d.
Menjadi uswah sebagai seorang yatim piatu yang
senantiasa tegar dan penuh semangat.
e.
Hidupnya dapat menjadi pembelajaran bagi kita
semua dalam segala aspek.
f.
Dalam menggembala kambing dapat diambil hikmah
dalam belajar bersabar dan belajar strategi.
g.
Dalam mendidik generasi yang santun dan memiliki
kesopanan serta kelemahlembutan akan muncul, jika anak tersebut diasuh wanita yang
sopan santun dan ramah pula yaitu ketika beliau dalam asuhan Halimah.
a.
Rasul ketika kecil memberi pelajaran bagaimana
kita dapat berkembang dalam kehidupan yang mandiri, ulet, tangguh dan tanggung
jawab sejak dini.
B.
Penutup
Demikianlah makalah ini kamui susun, kami menyadari makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu kami senantiasa mengharap kotribusi dari para
pembaca dalam bentuk saran maupun kritik, demi perbaikan dan kesempurnaan makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad.Jakarta:
Gema Insani Press.2001.
Al-Buthy, Muhammad Sa'id Ramadhan.Sirah Nabawiyah. Jakarta:
Robbani Press. 1995.
Al-Mubarakfury, Syafiyyur Rahman. Sirah Nabawiyah. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, cet. 36. 2012.
Al-Ghazli, Muhammad. Sejarah Perjalanan Hidup
Muhammad.Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet. 2. 2004.
Salahi. Muhammad
Sebagai Manusia Dan Nabi. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2006.
[1]
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), hlm. 69-71
[2]
Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buthy, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Robbani
Press, 1995), hlm. 49
[3]Syafiyyur
Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
cet. 36, 2012) hlm. 48-49
[7]
Muhammad Al-Ghazli, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, cet. 2, 2004), hlm. 66
[8]
Syafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah,hlm. 50-51
[9]Muhammad al-Ghazali, Sejarah Parjalanan Hidup Muhammad, hlm. 72-73.
[10]Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, hlm. 81-82.
[11]
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, hlm. 76-77
[13]
Salahi, Muhammad Sebagai Manusia Dan Nabi, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2006), hlm. 43
[14] Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, hlm. 83.
makasih mbak baik banget
ReplyDelete