Sunday, October 4, 2015

MASA KECIL NABI MUHAMMAD SAW HINGGA REMAJA



MASA KECIL NABI MUHAMMAD SAW HINGGA REMAJA

Makalah

A.    Latar Belakang
Gurun tandus yang dikelilingi gurun pasir dan gunung-gunung, yang mana pada masa itu kehidupan manusia sangatlah buruk, sehingga disebutlah pada masa itu dengan zaman jahiliyah atau zaman kebodohan manusia, dilahirkanlah seorang manusia pilihan, yang merupakan pembawa cahaya iman, sebagai panutan akhlak yang mulia bagi umat manusia dan jin sampai akhir kehidupan di dunia ini. Beliau adalah bernama Muhammad SAW, seorang manusia pilihan yang dilahirkan dengan penuh kemuliaan hingga akhir hayatnya
Satu-satunya rasul Allah yang diutus untuk semua ras dan golongan adalah nabi Muhammad SAW. Karena itu ajarannya sangat universal, tidak hanya tentang ibadah dan keakhiratan, namun juga urusan-urusan duniawi yang mencakup semua sisi kehidupan manusia, mulai dari masalah makan hingga urusan kenegaraan. Namun demikian, masih banyak orang yang buta terhadap pribadi dan kehidupan beliau. Akibatnya, mereka terhalang untuk melihat dan merasakan kebenaran yang dibawanya.
Nabi Muhammad SAW adalah contoh dan teladan yang baik bagi semua umat. Dari Kisah perjalanan hidup Nabi, kita sebagai manusia biasa dapat mengambil berbagai teladan agar kita tidak tersesat dalam pergaulan yang salah.

B.     Rumusan Masalah
1.        Bagaimana sejarah kehidupan Nabi Muhammad semasa kecil?
2.        Bagaimana sejarah kehidupan Nabi Muhammad semasa remaja?
3.        Apa ibrah terdapat dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad semasa kecil hingga remaja?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil
1.      Nabi Muhammad di Dusun Bani Sa'ad
Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad, supaya disusukan dan diasuh di dusun itu, sesuai dengan adat kebiasaan yang telah berlaku dalam lingkungan para bangsawan Quraisy pada masa itu.
Adat kebiasaan para bangsawan Quraisy bertujuan agar anak itu hidup didalam udara padang pasir yang bersih dan dalam suasana yang bebas merdeka. Dengan demikian, tubuh anak dapat tumbuh dengan segar dan sehat, kecerdasan pikirannya dapat ditunjang dengan semangat hidup yang bebas merdeka karena dalam pergaulannya tidak dipengaruhi oleh pergaulan hidup orang asing.
Nabi Muhammad disusukan dan diasuh oleh Halimah, tetapi tidak  berselang beberapa hari, banyak kejadian yang terjadi diantaranya, keadaan rumah tangga dan keluarga Halimah tampak kelihatan berbahagia. Air susunya yang untuk disusukan kepada Nabi SAW bertambah banyak, kambing miliknya bertambah gemuk dan keadaan segala sesuatu miliknya bertambah baik.
Kira-kira setelah dua tahun Nabi Muhammad disusui dan diasuh oleh Halimah, dan sesudah beliau dihentikan menyusu, lalu oleh Halimah diantar kembali kepada ibunya, Aminah. Oleh Aminah, kedatangan anaknya itu disambut dengan sangat gembira, tetapi kepada Halimah dia meminta dan mengharap supaya anaknya itu dibawa kembali ke dusunnya karena Aminah khawatir tubuh anaknya yang tampak subur dan sehat itu akan terganggu penyakit di kota Makkkah. Oleh Halimah,permintaan itu diterima baik, kemudian Nabi SAW, dibawa lagi ke dusun Bani Sa'ad sampai berumur empat tahun.[1]

2.      Kejadian yang Aneh
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas mengatakan, bahwa Malaikat Jibril mendatangi Muhammad SAW di saat beliau sedang bermain-main dengan anak-anak lainnya. Beliau kemudian diajak pergi, lalu dibaringkan, dibedah dadanya lalu dikeluarkan hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal darah hitam, lalu Malaikat Jibril berkata: “Inilah bagian setan yang ada dalam tubuhmu!”. Hati beliau lalu di cuci dengan air Zamzam dalam sebuah bokor kencana, kemudian diletakkan kembali pada tempat semula, lalu dada beliau ditutup kembali.
Anak-anak lain yang bermain-main dengan beliau lari menemui ibu susuan dan memberitahukan bahwa Muhammad SAW mati dibunuh orang. Semua anggota keluarga datang ke tempat beliau dan mereka melihat Muhammad SAW dalam keadaan cemas dan pucat pasi.[2]

3.      Kematian Ibu
Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu. Halimah merasa khawatir terhadap keselamatan beliau hingga dia mengembalikannya kepada ibu beliau. Maka beliau hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur 6 tahun.
Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh perjalanan sejauh 500 kilometer bersama putranya yang yatim, Muhammad SAW, disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini. Setelah menetap selama sebulan di Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap untuk kembali ke Makkah. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yang terletak antara Makkah dan Madinah.[3]

4.      Kematian Kakek
Kemudian beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththolib di Makkah. Perasaan kasih sayang di dalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya yang lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada anak-anaknya.
Ibnu Hisyam berkata, “Ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah untuk Abdul Muththolib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk-duduk di sekeliling dipan itu hingga Abdul Muththolib keluar ke sana, dan tak ada seorang pun di antara mereka yang berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan terhadap dirinya. Suatu kali selagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjadi anak kecil yang montok, beliau duduk di atas dipan itu. Tatkala Abdul Muththalib melihat kejadian ini, dia berkata, “Biarkan anakku ini. Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung. Kemudian Abdul Mutholib duduk bersama beliau di atas dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apa pun yang beliau lakukan.
Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Abdul Muththolib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Thalib, saudara kandung bapak beliau.[4]

5.      Dibawah Asuhan Abu Thalib
Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anak sendiri. Bahkan, Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga berumur lebih dari 40 tahun beliau mendapat kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup di bawah penjagaannya, rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau.[5]

6.      Meminta Hujan dengan Wajah Beliau
Ibnu Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di Makkah, orang-orang sedang dilanda paceklik. Orang-orang Quraisy berkata,” Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda.Marilah kita berdoa meminta hujan.”
Maka Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia memegang anak kecil itu dan memenempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah. Jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya bersih dari mendung, tiba-tiba mendung itu datang dari seluruh penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya, “Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.”[6]




B.     Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Remaja
1.      Bepergian ke Negeri Syam
Di tengah keluarga Abu Thalib, Muhammad SAW tumbuh dan dibesarkan. Sejalan dengan pertambahan usianya, bertambah kesadaran yang mendalam mengenai segala sesuatu yang ada disekitarnya. Ia berniat keras ingin membantu kesukaran pamannya. Karena banyak anak dan sedikitnya harta yang dimiliki. Ketika Abu Thalib memutuskan hendak berdagang ke Syam,Muhammad s.a.w. dengan tekad bulat hendak turut pergi. Ketika itu beliau mencapai usia tiga belas tahun.[7]

2.      Bahira Sang Rahib
Selagi usia Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mencapai dua belas tahun, dan ada yang berpendapat, lebih dua bulan sepuluh hari, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, sebuah daerah yang sudah termasuk Syam dan merupakan ibukota Hauran, yang juga merupakan ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Di negeri ini ada seorang Rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira, yang nama aslinya adalah Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah ini, sang Rahib menghampiri mereka dan mempersilakan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelum itu rahib tersebut tidak pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari sifat-sifat beliau.
Sambil memegang tangan beliau, sang Rahib berkata, “Orang ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Abu Thalib bertanya, “Dari mana engkau tahu hal itu?” Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada pepohonan dan bebatuan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di bagian tulang rawan bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di dalam kitab kami.”
Kemudian Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang Yahudi. Maka Abu Thalib mengirim beliau bersama pemuda agar kembali lagi ke Makkah.[8]

3.      Ke Medan Perang Al-Fijar
Pada usia lima belas tahun, meletus Perang Fijar antara pihak Quraisy bersama Kinanah dengan komandan yang dipegang oleh Harb bin Umayyah, berhadapan dengan pihak Qais Ailan. Perang ini bagi orang-orang Quraisy merupakan upaya untuk mempertahankan kesucian bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) dan Tanah Suci. Lambang-lambang kesucian itu merupakan sisa peninggalan agama Nabi Ibrahim a.s. yang masih tetap dihormati oleh orang-orang Arab. Setelah Islam datang tradisi peninggalan Nabi Ibrahim a.s. diakui kedudukannya oleh agama ini.[9]
Dinamakan perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram dan bulan-bulan suci tersebut yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap jahiliyah.[10]
Peperangan terjadi di suatu tempat bernama Nakhlah, yaitu suatu tempat yang berada antara kota Makkah dan Thaif. Nabi saw ikut ke medan perang karena diajak dan ditarik oleh para pamannya yang ikut berperang dan yang memegang tampuk pimpinan perang saat itu. Tentang usia beliau kalla itu, para ulama ahli tarikh berselisih pendapat. Sebagian mengatakan 15 tahun dan sebagian lagi mengatakan 20 tahun.
Tentang apa yang dikerjakan oleh beliau dalam peperangan itu, para ulama ahli tarikh berselisih pendapat juga. Sebagian berpendapat bahwa beliau hanya mengumpulkan anak panah yang datang dari pihak musuh kegaris kaum Quraisy, lalu menyerahkan kepada para pamannya untuk dilepaskan kembali kearah pihak musuh dan sebagian yang lain mengatakan bahwa beliau juga turut melepaskan anak panah kearah musuh.[11]

4.      Menjadi Anggota Hilful-Fudhul
Pada saat itu kota Mekah sudah tidak ada keamanan lagi. Kekuasaan pihak Quraisy tidak sanggup menjamin keamanan para penduduk Mekah dan sekitarnya. Dalam lingkungan pemerintahan kota Mekah tidak ada jabatan kehakiman dan kepolisian guna mengadili kesalahan orang yang berbuat salah, guna menjamin serta menjaga keamanan hak milik dan jiwa orang dari gangguan orang-orang yang suka berbuat curang dan sewenang-wenangnya.
Berhubung dengan itu, atas inisiatif dan usaha beberpa orang Quraisy dari Bani Hasyim, Bani Abdul Muthalib, Bani Abdul Manaf, Mani Zuhrah, dan Bani Taim yang dipelopori oleh Zubair bin Abdul Muthalib, pada suta hari diadakanlah salah suatu pertemuan penting bertempat dirumah Abdullah bin Jud'an at-Taimi, orang yang tertua dan bepengaruh dalam lingkungan mereka pada saat itu. Adapun yang dibicarakan dalam pertemuan itu berkaitan dengan tidak adanya kehakiman dan undang-undang guna melindungi kepentingan segenap penduduk di kota Makkah dan daerahnya, terutama untuk melindungi kaum yang lemah dan golongan lapisan bawah yang dianiaya oleh pihak yang kuat.
Putusan yang diambil dalam permusyawaratan itu singkatnya yaitu; di kota Makkah dan daerahnya diadakan suatu perserikatan yang bertujuan hendak memulihkan keamanan dan menegakkan keadilan bagi seluruh penduduk kota Makkah dan sekitarnya. Perserikatan itu dinamakan Hilful-Fudhul (sumpah utama) dan berpusat di kota Makkah.
Pada waktu itu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun. Sekalipun beliau dalam permusyawaratan itu tampak kelihatan paling muda, tetapi karena beliau itu seorang yang sudha dikenal sebagai seorang yang berpikiran cerdas, penyantun, dan berbudi luhur, maka ketika itu beliau terpilih menjadi salah seorang anggota pengurus perserikatan itu. Dan pilihan  ini diterima beliau dengan baik.[12]
Persekutuan ini disebut "al-Fudhal", yang diambil dari tiga peserta utama yang masing-masing bernama al-Fadhl. Hal itu juga menunjukkan bahwa persekutuan ini disebut "al-Fudhal" karena ia memiliki tujuan yang begitu mulia dan nama tersebut sebagai tanda penghormatan.[13]

5.      Mengembala Kambing
Pada awal masa remaja, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mempunyai pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah dengan imbalan berupa uang beberapa dinar.
Pada usia dua puluh tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang dagangan milik Khadijah. Ibnu ishaq menuturkan, Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita pedagang, terpandang dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang-orang untuk menjalankan barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Sementara orang-orang Quraisy memilki hobi berdagang. Tatkala Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan beliau, kredibilitas dan kemuliaan akhlak beliau, maka diapun mengirim utusan dan menawarkan beliau agar pergi ke Syam untuk menjalankan barag dagangannya. Dia siap memberikan imbalan jauh lebih banyak dari imbalan yang pernah dia berikan kepada pedagang lain. Beliau harus pergi bersama seorang pembantu yang bernama Maisarah. Beliau menerima awaran ini. Maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan disertai Maisarah.[14]

C.    Ibrah Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil-Remaja
1.      Meneladani sikap rasul dalam menghadapi suka duka kehidupan.
2.      Dapat diambil pelajaran dari berbagai perjalan hidup Rasul dalam menghadapi rintangan hidup.
3.      Mencontoh perlaku beliau yang merupakan seorang yang berpikiran cerdas, penyantun, dan berbudi luhur sehingga beliau terpilih sebagai anggota perserikatan hilful fudhul.
4.      Menjadi uswah sebagai seorang yatim piatu yang senantiasa tegar dan penuh semangat.
5.      Hidupnya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua dalam segala aspek.
6.      Dalam menggembala kambing dapat diambil hikmah dalam belajar bersabar dan belajar strategi.
7.      Dalam mendidik generasi yang santun dan memiliki kesopanan serta kelemahlembutan akan muncul, jika anak tersebut diasuh wanita yang sopan santun dan ramah pula yaitu ketika beliau dalam asuhan Halimah.
8.      Rasul ketika kecil memberi pelajaran bagaimana kita dapat berkembang dalam kehidupan yang mandiri, ulet, tangguh dan tanggung jawab sejak dini.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad. Saat Muhammad berusia lima tahun terjadi peristiwa pembelahan dada.Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meningga dunia di Abwa’, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah kematian ibu beliau, Muhammad diasuh oleh kakeknya sendiri, yaitu Abdul Muthalib. Sampai beliau berusia 8 tahun kakeknya meninggal dunia, kemudian Muhammad diasuh oleh pamannya sendiri yaitu, Abu Thalib.
2.      Selagi usia Rasulullah SAW mencapai dua belas tahun, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, mereka bertemu dengan pendeta Nasrani bernama Bakhira. Kemudian Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang Yahudi.Pada usia lima belas tahun Nabi SAW ikut ke medan perang Fijar karena diajak dan ditarik oleh para pamannya yang ikut berperang dan yang memegang tampuk pimpinan perang saat itu. Pada waktu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun, Nabi menjadi salah seorang anggota pengurus Hilful Fudhul.Pada awal masa remaja, Rasulullah  SAW tidak mempunyai pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah. Pada usia dua puluh tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang dagangan milik Khadijah.
3.      Ibrah Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil-Remaja:
a.       Meneladani sikap rasul dalam menghadapi suka duka kehidupan.
b.      Dapat diambil pelajaran dari berbagai perjalan hidup Rasul dalam menghadapi rintangan hidup.
c.       Mencontoh perlaku beliau yang merupakan seorang yang berpikiran cerdas, penyantun, dan berbudi luhur sehingga beliau terpilih sebagai anggota perserikatan hilful fudhul.
d.      Menjadi uswah sebagai seorang yatim piatu yang senantiasa tegar dan penuh semangat.
e.       Hidupnya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua dalam segala aspek.
f.       Dalam menggembala kambing dapat diambil hikmah dalam belajar bersabar dan belajar strategi.
g.      Dalam mendidik generasi yang santun dan memiliki kesopanan serta kelemahlembutan akan muncul, jika anak tersebut diasuh wanita yang sopan santun dan ramah pula yaitu ketika beliau dalam asuhan Halimah.
a.    Rasul ketika kecil memberi pelajaran bagaimana kita dapat berkembang dalam kehidupan yang mandiri, ulet, tangguh dan tanggung jawab sejak dini.

B.     Penutup
Demikianlah makalah ini kamui susun, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami senantiasa mengharap kotribusi dari para pembaca dalam bentuk saran maupun kritik, demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA
Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad.Jakarta: Gema Insani Press.2001.
Al-Buthy, Muhammad Sa'id Ramadhan.Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press. 1995.
Al-Mubarakfury, Syafiyyur Rahman. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet. 36. 2012.
Al-Ghazli, Muhammad. Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad.Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet. 2. 2004.
Salahi. Muhammad Sebagai Manusia Dan Nabi. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2006.



[1] Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm.  69-71
[2] Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buthy, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Robbani Press, 1995), hlm. 49
[3]Syafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet. 36, 2012) hlm. 48-49
[4]Ibid., hlm.49
[5]Ibid., hlm 49-50
[6]Ibid., hlm. 50
[7] Muhammad Al-Ghazli, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet. 2, 2004), hlm. 66
[8] Syafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah,hlm. 50-51
[9]Muhammad al-Ghazali, Sejarah Parjalanan Hidup Muhammad, hlm. 72-73.
[10]Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, hlm. 81-82.
[11] Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, hlm. 76-77
[12]Ibid., hlm. 78-80
[13] Salahi, Muhammad Sebagai Manusia Dan Nabi, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006), hlm. 43
[14] Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, hlm. 83.

1 comment: