Fiqh, Ushul
Fiqh, dan Qowaid Fiqh
Khususnya dalam
Muamalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih II (Muamalah)
Dosen Pengampu : Mualimul Huda, M.Pd.I
Disusun Oleh
:
Nurul Hidayatun Ni’mah 1310110196
Naila Shifwah 1310110213
Dini Fatmawati 1310110214
Intan Siska Santoso 1310110215
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai umat muslim, tentu kita tidak bisa terlepas dari fiqih
dalam menjalani kehidupan, baik yang berupa hablum minallah maupun hablum
minannas. Segala perbuatan orang mukalaf sudah diatur dalam fiqih, dimana
fiqih sendiri bersumber al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebelum menjadi fiqih yang
memuat produk-produk hukum, seorang mujtahid memerlukan metode untuk memahami
kandungan dari al-Qur’an dan as-Sunnah dalam melakukan istinbath hukum, selain
itu ada beberapa kaidah fiqih yang diperlukan untuk memahami hukum.
Hal-hal di atas memiliki hubungan keterkaitan yang tidak bisa
dipisahkan. Mengetahui betapa pentingnya fiqih dalam kehidupan kita khususnya
fiqih muamalah, dan sebagai pengantar pemahaman ke depannya mengenai fiqih muamalah
secara luas dan mendalam, maka kami akan memaparkan penjelasan dari fiqih
khusunya fiqih muamalah. Akan tetapi untuk memahami fiqih juga diperlukan
pemahaman mengenai ushul fiqih dan qowa’id fiqih, sehingga kami juga akan
memaparkannya beserta hubungan ushul fiqih, qowa’id fiqih dan fiqih muamalth
dalam pembahasan.
B.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah
yaitu:
1.
Apa
pengertian dari ushul fiqih?
2.
Apa
pengertian dari qowa’id fiqih?
3.
Apa
pengertian dari fiqih muamalah?
4.
Bagaimana
hubungan antara ushul fiqih, qowa’id fiqih dan fiqih muamalah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ushul Fiqih
Ushul fiqih terdiri dari kata ushul dan fiqih. Ushul merupakan kata
jamak dari ashl, yang artinya dasar atau pokok, sedangkan fiqih adalah
pemahaman yang mendalam. Menurut ulama, fiqih adalah ilmu untuk mengetahui
hukum-hukum syara’ yang diambil dari dalil-dalil secara tafshiliyah.[1]
Jika kata fiqih ini dikaitkan dengan ushul sehingga menjadi ushul
fiqih, maka definisinya menjadi dasar-dasar untuk mengetahui hukum-hukum syara’
yang diambil dari dalil-dalil secara tafsiliyah. Misalnya, shalat menurut
fiqihnya adalah wajib, dan menurut ushul fiqihnya adalah dalil syara’ yang
menyatakan perintah untuk mendirikan shalat.
Sedangkan menurut terminologi ushul fiqih yaitu metode-metode yang
dipakai untuk mengistinbatkan hukum dari al-Qur’an dan as-Sunah. Metode
istinbath tersebut ada yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kebahasaan, karena
al-Qur’an diturunkan berbahasa arab, ada yang berhubungan dengan tujuan hukum,
dan ada pula dalam bentuk penyelesaian dari dalil-dalil yang kelihatan
bertentangan yang disebut dengan tarjih.[2]
Sehingga metodologi fiqih dikenal dengan ilmu ushul fiqh.
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy ushul fiqh adalah ilmu
yang mengungkapkan metode yang telah ditempuh para Mujtahidin, sebagaimana kita
dapat mengatakan bawa ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang menjelaskan
sumber-sumber hukum, atau ilmu yang menerangkan dasar-dasar ilmu fiqh.[3]
Menurut
al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafiiyyah, ushul fiqih adalah :
معرفة دلا ئل الفقه اجمالا وكيفية الستفادة منها وحال
المستفيد
Artinya:
“Pengetahuan secara global tentang dalil-dalil
fiqih, metode penggunaannya, dan keadaan (syarat-syarat) orang yang
menggunakannya.”[4]
Definisi ini menekankan tiga objek kajian
ushul fiqih, yaitu :
1. Dalil
(sumber hukum).
2. Metode
penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
3. Syarat-syarat
orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) hukum dan sumbernya.[5]
Dengan
demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber hukum
dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya. Metode
penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang
berkompeten.
B.
Pengertian Qowa’id Fiqih
Qowa’id merupakan bentuk jamak dari qo’idah, yang kemudian dalam
bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau
patokan. Sedangkan dalam tinjauan terminologi menurut
mayoritas ulama ushul fiqih kaidah yaitu:
حُكْمُ كُلِّىٌّ يَنْطَبِقُ عَلٰى جَمِيْعِ جُزْىِٔيَّاتِهِ
”Hukum
yang biasa berlaku
yang bersesuaian dengan
sebagian besar bagiannya”.
Dr. Ahmad asy-Syafi'I menyatakan bahwa kaidah adalah:
القضايا الكلية التى يندرج تحت كل واحدة منها حكم جزئيات كثيرة
"Hukum yang bersifat universal
(kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan hukum juz'i yang banyak".[6]
Sedangkan untuk definisi dari fiqih
sendiri secara bahasa dan istilah telah dipaparkan di atas.
Dari uraian pengertian mengenai
qowa’id maupun fiqih maka yang dimaksud dengan qowa’id fiqih adalah sebagaimana
yang dikemukakan oleh Musthafa az-Zarqa, qowai’d fiqih ialah dasar-dasar
fiqih yang bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang
berisi hukum-hukum syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang
termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut. Selanjutnya menurut Imam Tajjudin
as-Subki:
الامر الكلى الذى ينطبق
على جزئيات كثيرة تفهم احكامها منها
"Suatu perkara kulli yang bersesuaian dengan juziyah yang banyak yang dari padanya diketahui
hukum-hukum juziyat itu". [7]
Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy qowa’id fiqhiyyah adalah
kaedah-kaedah atau teori-teori yang mengikat masalah-masalah yang sama dalam
satu ikatan.[8]
Dapat disimpulkan bahwa qowa’i fiqih adalah suatu perkara kulli
(kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagian atau
cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu.
C.
Pengertian Fiqih Muamalah
Kata fiqih adalah bentuk dari kata fiqhun yang secara bahasa
berarti paham atau mengerti. Arti ini diambil dari pengertian ayat al-Qur’an di
bawah ini:
...$tB çms)øÿtR #ZÏVx. $£JÏiB ãAqà)s?... ÇÒÊÈ
Artinya:
“...
Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan...” (Q.S. Hud ayat
91)
Akan tetapi
lebih khusunya kata fiqhun berarti فَهْمٌ
عَمِيْقٌ (pemahaman yang
mendalam) yang menghendaki pengerahan potensi akal. Sedangkan definisi atau
batasan fiqih menurut istilah para fuqaha ada beberapa pandangan yang
diantaranya; pertama, fiqih adalah pengetahuan (upaya mengetahui) norma
hukum syar’i yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Kedua, fiqih
adalah koleksi hukum-hukum perbuatan yang disyari’atkan dalam Islam.[9]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fiqih merupakan salah
satu bidang keilmuan yang secara khusus membahas persoalan aturan atau
hukum perbuatan manusia yang
disyari’atkan dalam Islam, baik yang menyangkut individu, masayarakat, maupun
hubungan manusia dengan Allah SWT.
Dari segi bahasa, "muamalah" berasal dari kata aamala,
yuamilu, muamalah yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain,
hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus
mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan
pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari
satu terhadap yang lainnya. Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan
dengan arti yang luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini
dikemukakan beberapa pengertian muamalah; Menurut Louis Ma’luf, pengertian
muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan
kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya. Sedangkan
menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan
mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan
semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang
berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah
ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk
dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.[10]
Selanjutnya muamalah merupakan salah satu bagian dari ruang lingkup
fiqih itu sendiri, dimana sering disebut dengan fiqih muamalah. Para ulama
membagi fiqih sesuai ruang lingkup bahasan menjadi dua bagian besar, yaitu;
fiqih ibadah dan fiqih muamalah. Hal ini didasarkan pada ayat al-Qur’an yang
membedakan dua hubungan manusia itu pada umumnya:
ôMt/ÎàÑ ãNÍkön=tã èp©9Ïe%!$# tûøïr& $tB (#þqàÿÉ)èO wÎ) 9@ö6pt¿2 z`ÏiB «!$# 9@ö6ymur z`ÏiB Ĩ$¨Y9$# ... ÇÊÊËÈ
Artinya:
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali
jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan
manusia ...” (Q.S. Ali Imran ayat 112)
Adapun pengertian dari masing-masing bagian fiqih tersebut yaitu:
a.
Fiqih
ibadah: norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan-Nya (vertical).
b.
Fiqih
Muamalah: norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur hubungan manusia dengan
sesama dan lingkungannya (horizontal).[11]
Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqih muamalah yaitu norma-norma
ajaran agama Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama dan
lingkungannya yang berkaitan dengan urusan dunia, seperti jual beli, perdagangan,
dan lain sebagainya.
D.
Hubungan Ushul Fiqih, Qowa’id Fiqih dan Fiqih Muamalah
Hubungan ushul fiqih dengan fiqih adalah seperti hubungan ilmu
mantiq (logika) dengan filsafat; mantiq merupakan kaidah berfikir yang
memelihara akal agar tidak terjadi kerancuan dalam berpikir. Juga seperti
hubungan ilmu nahwu dengan bahasa arab; ilmu nahwu sebagai gramatika yang
menghindarkan kesalahan seseorang didalam menulis dan mengucapkan bahasa arab.
Demikian ushul fiqih diumpamakan dengan limu mantiq atau ilmu nahwu, sedangkan fiqih seperti ilmu filsafat
atau bahasa arab, sehingga ilmu ushul fiqih berfungsi menjaga agar tidak
terjadi kesalahan dalam mengistinbatkan hukum.[12]
Objek fiqih adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan mausia
beserta dalil-dalilnya yang terperinci. Adapun objek ushul fiqih adalah
mengenai metodologi penetapan hukum-hukum tersebut. Kedua disiplin ilmu
tersebut sama-sama membahas dalil-dalil syara’, tetapi tinjauannya berbeda.
Fiqih membahas dalil-dalil tersebut untuk menetapkan hukum-hukum cabang yang
berhubungan dengan perbuatan manusia, sedangkan ushul fiqih meninjau dari segi
metode penetapan, klasifikasi argumetasi, serta situasi dan kondisi yang
melatar belakangi dalil-dalil tersebut.[13]
Ushul fiqih merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji
cara-cara menginstinbath (menggali hukum). Sekalipun ushul fiqh muncul setelah
fiqih, tetapi secara teknis, terlebih dahulu para ulama menggunakan ushul fiqh
untuk menghasilkan fiqh. Artinya sebelum ulama menetapkan suatu perkara itu
haram, ia telah mengkaji dasar-dasar yang menjadi alasan perkara itu
diharamkan. Hukum haramnya disebut fiqih, dan dasar-dasar sebagai alasannya disebut
ushul fiqh.
Kemudian tujuan dari pada ushul fiqih
itu sendiri adalah untuk mengetahui jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan
cara-cara untuk menginstinbatkan suatu hukum dari dalil-dalilnya. Dengan
menggunakan ushul fiqih itu, seseorang dapat terhindar dari jurang taklid.[14]
Ushul fiqih itu juga sebagai pemberi pegangan pokok atau sebagai pengantar dan
sebagai cabang ilmu fiqih itu.Dapat dikatakan bahwa ushul fiqih sebagai
pengantar dari fiqih, memberikan alat atau sarana kepada fiqih dalam merumuskan,
menemukan penilaian-penilaian syari’at dan peraturan-peraturannya dengan tepat.[15]
Hukum yang digali dari dalil atau sumber hukum itulah yang kemudian dikenal dengan nama fiqih. Jadi fiqih
adalah produk operasional ushul fiqih. Sebuah hukum fiqih tidak dapat
dikeluarkan dari dalil atau sumbernya
(nash al-Qur’an dan as-Sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan
pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu dasar-dasar (landasan) fiqih. Misalnya
hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istinbath) dari ayat Al-Qur’an surat
al-Baqarah (2) ayat 43 yang berbunyi:
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
Artinya:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”.
Firman Allah diatas berbentuk
perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah pada asalnya menunjukan wajib
selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut ( الاصل فى
الامر للوجوب).
Fiqih membahas tentang bagaimana
cara tentang beribadah, tentang prinsip rukun Islam dan hubungan antara manusia
sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena
itu hubungan diantara Qowa’id al- fiqhiyah dengan fiqih sangat erat sekali
karena qowa’id fiqhiyah dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam mengetahui
hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam menjalanklan hukum fiqih
kadang-kadang mengalami kendala-kendala. [16]
Misalnya kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat pada waktunya.
Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat halangan,
misalnya ia diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam
kasus seperti ini, mukalaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya karena
jiwanya terancam. Hukum boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan
qawaid fiqhiyah, yaitu dengan menggunakan qaidah :”الضرار
يزال“ bahaya wajib
dihilangkan. Ini adalah salah satu perbedaan antara ushul fiqih dengan qowa’id
fiqih.
Qowa’id fiqih
merupakan kunci berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum fiqih.
Dengan bantuan qawa’id al fiqhiyah semakin tampak jelas semua permasalahan
hukum baru yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dapat ditampung oleh syari’at
Islam dan dengan mudah serta cepat dapat dipecahkan permasalahannya. Persoalan
baru semakin banyak tumbuh dalam masyarakat seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Maka diperlukan kunci berfikir guna
memecahkan persoalan masyarakat sehingga tidak menjadi berlarut-larut tanpa
kepastian hukum. Dengan demikian qawa’id al fiqhiyah sangat berhubungan dengan
tugas pengabdian ulama ahli fiqih dalam rangka mengefektifkan dan mendinamiskan
ilmu fiqih ke arah pemecahan problema hukum masyarakat.[17]
Adapun dalam kaitannya dengan fiqih muamalah
hampir sama dengan fiqih pada umumnya akan tetapi dalam fiqih muamalah objek
kajian dikhususkan pada lingkup muamalah saja yaitu hal yang berkaitan hubungan
antara sesama manusia. Berikut ayat
yang menjelaskan keterkaitan antara fiqh, ushul fiqh, dan qawaid fiqh:
... (#4qt/Ìh9$#tP§ymurìøt7ø9$#
ª!$#
@ymr&ur....
Artinya: “Allah
Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al Baqarah: 275)
Ushul fiqih muamalah contohnya
seperti ayat yang menghalalkan jual beli sedangkan fiqihnya yaitu mubah
(boleh), dan untuk qowa’id fiqihnya yaitu:
الأَصْلُ فِي المُعَامَلَةِ
الإِبَاحَةُ الاَّ أَنْ يَدُ لَّ دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
“Hukum asal semua bentuk muamlah adalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang Mengharamkannya.”[18]
Demikianlah hubungan antara ushul
fiqih, qowa’id fiqih dan fiqih muamalah. Hukum syara’ tentang muamalah (fiqih muamalah)
adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui pendekatan
ushul fiqih. Hukum yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qowa’id
fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan diidentifikasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1.
Ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang
mengkaji dalil atau sumber hukum dan metode penggalian (istinbath) hukum dari
dalil atau sumbernya yang harus ditempuh oleh orang yang berkompeten.
2.
Qowa’i fiqih adalah suatu
perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagian atau
cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu.
3.
Fiqih
Muamalah adalah norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama dan lingkungannya (horizontal).
4.
Hukum syara’ tentang muamalah (fiqih
muamalah) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui
pendekatan ushul fiqih. Hukum yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qowa’id
fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan diidentifikasi.
B.
Penutup
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami senantiasa mengharapkan kontribusi
konstruktif dari para pembaca dalam bentuk saran maupun kritik yang konstruktif
demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, kami berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
A Rahman,
Asjmuni. 1976. Qaidah-Qaidah
Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang.
Djalali,
Basiq. 2010. Ilmu ushul fiqh. Jakarta: Kencana.
Hasbiyallah.
2014. Fiqh dan Ushul Fiqh Metode Istinbath dan Istidlal. Bandung: PT
Remaja.
Hidayatullah, Syarif.
2012. Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah
Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah). Depok: Gramata
Publishing.
Muhammad
Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku. 1997. Pokok-Pokok
Pegangan Imam Mazhab. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Syahar, Saidu. 1996. Asas-asas hukum Islam. Bandung: Alumni.
Yasin dan Solikul Hadi. 2008.
Fiqh Ibadah, Kudus: STAIN Kudus
http://abdulbasyiir.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-ruang-lingkup-qawaid.html,
diakses pada 09 September 2015, pukul 10:34 WIB.
http://achmadmuzackykhoiron.blospot.com/2013/10/hubungan-qawaid-fiqhiyyah-dengan-qawaid.html, diakses pada 07 September 2015, pukul 14:02 WIB.
http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-bahasa-dari-segi-bahasa-dan-istilah.html , diakses pada 14 September 2015, pukul 11:34WIB.
http://langkahsupian.blogspot.co.id/2012/05/prinsip-asas-dan-kaidah-fiqih-muamalah.html,
diakses pada 14 September 2015, pukul 11:49 WIB.
[1] Hasbiyallah, Fiqh
dan Ushul Fiqh Metode Istinbath dan Istidlal, (Bandung: PT Remaja, 2014),
h. 1.
[2] Ibid,
h. 3.
[3]Teungku Muhammad
Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra,1997), h. 3.
[4] Syarif Hidayatullah, Qawa’id
Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer
(Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah), (Depok: Gramata Publishing, 2012),
h. 32.
[5] Ibid.
[6] http://abdulbasyiir.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-ruang-lingkup-qawaid.html, diakses pada 09 September 2015, pukul 10:34 WIB.
[8] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op. Cit., h. 5.
[9] Yasin dan
Solikul Hadi, Fiqh Ibadah, (Kudus: STAIN Kudus, 2008), h. 7.
[10] http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-bahasa-dari-segi-bahasa-dan-istilah.html , diakses pada 14 September 2015, pukul 11:34WIB.
[12] Hasbiyallah, Op.
Cit., h. 4.
[13] Ibid.
[14] Basiq Djalali,
Ilmu ushul fiqh , (Jakarta: Kencana, 2010), h. 17.
[15] Saidus Syahar,
Asas-asas hukum Islam, (Bandung:
Alumni , 1996) , h. 35.
[16] Syarif
Hidayatullah, Op. Cit , h. 35.
[17]http://achmadmuzackykhoiron.blospot.com/2013/10/hubungan-qawaid-fiqhiyyah-dengan-qawaid.html, diakses pada
07 September 2015, pukul 14:02 WIB.
[18]http://langkahsupian.blogspot.co.id/2012/05/prinsip-asas-dan-kaidah-fiqih-muamalah.html, diakses pada
14 September 2015, pukul 11:49 WIB.
No comments:
Post a Comment