Monday, September 28, 2015

DEMOKRASI



A.    Latar Belakang Masalah

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Berawal dari kemenangan Negara-negara Sekutu (Eropah Barat dan Amerika Serikat) terhadap Negara-negara Axis (Jerman, Italia & Jepang) pada Perang Dunia II (1945), dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan paham Komunisme di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi yang dianut oleh Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara menjadi paham yang mendominasi tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini.
Suatu bangsa atau masyarakat di Abad XXI ini baru mendapat pengakuan sebagai warga dunia yang beradab (civilized) bilamana menerima dan menerapkan demokrasi sebagai landasan pengaturan tatanan kehidupan kenegaraannya. Sementara bangsa atau masyarakat yang menolak demokrasi dinilai sebagai bangsa/masyarakat yang belum beradab (uncivilized).
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian demokrasi?
2.      Apa saja macam-macam demokrasi?
3.      Apa prinsip-prinsip demokrasi?
4.      Bagaimana proses demokrasi di Indonesia?
5.      Apakah demokrasi untuk rakyat?


C.    Pembahasan

1. Pengertian Demokrasi
Pengertian tentang demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sementara itu, pengertian secara istilah sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut:
(a)    Menurut Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
(b)   Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
(c)    Philippe C. Schimeter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pegertian 3 hal: pertama, pemerintahan dari rakyat (governmen of the people) dan pemerintah yang tidak sah dan diakui (ligimate government) dan pemerintah yang tidak sah dan tidak diakui (unligimate government) di mata rakyat.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the people) yang berarti suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginan sendiri.
Ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for the people) mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan rakyat.[1]
Komisi Internasional Ahli Hukum dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 merumuskan syarat-syarat penyelanggaraan pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law sebagai berikut:
a)    Perlindungan konstitusional yang menjamin hak-hak individu dan menentukan prosedur untuk memperoleh perlindungan hak-hak yang dijamin.
b)   Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
c)    Pemilihan umum yang bebas.
d)   Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
e)    Kebebasan berserikat dan beroposisi.
f)    Pendidikan kewarganegaraan (civic education).[2]
2. Macam – Macam Demokrasi       
a. Dilihat dari cara penyaluran kehendak rakyat
1) Demokrasi langsung (direct democracy)
Yaitu rakyat secara langsung dapat membicarakan dan menentukan suatu urusan politik kenegaraan.
2) Demokrasi perwakilan atau tidak langsung (representative democracy)
Yaitu aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen).
3) Demokrasi sistem referendum
Yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang duduk di parlemen tetapi dalam  melaksanakan tugasnya, parlemen dikontrol oleh rakyat melalui sistem referendum.

b.      Dilihat dari dasar atau paham ideologi yang dianut
1)      Demokrasi liberal
Yaitu paham demokrasi dengan menitikberatkan pada ideologi liberalis yang cenderung pada kebebasan individu atau perseorangan.
2)      Demokrasi rakyat atau proletariat (komunis)
Yaitu demokrasi yang cenderung kepada kepentingan umum (dalam hal negara ini) sehingga hak-hak politik rakyat dan kepentingan perseorangan kurang diperhatikan.
3)      Demokrasi pancasila
Merupakan ciri khusus demokrasi yang tidak hanya mencakup bidang politik saja, melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

c.       Dilihat dari perkembangan paham
1)      Demokrasi klasik
Yaitu paham demokrasi yang menitikberatkan pada pengertian politik kekuasaan atau politik pemerintahan negara.
2)      Demokrasi modern
Yaitu paham demokrasi yang tidak hanya mencakup bidang politik saja, melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya dan menwujudkan kesejahteraan rakyat.

d.      Dilihat dari hubungan antara pemerintahan dengan rakyat
1)      Demokrasi liberal
Dalam demokrasi ini pemerintah dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum yang bebas diselenggarakan dalam waktu yang tetap.
2)      Demokrasi terpimpin
Dalam demokrasi ini terdapat keyakinan para pemimpin bahwa semua tindakan mereka dipercaya oleh rakyat, tetapi menolak persaingan dalam pemilihan umum untuk menduduki kekuasan.
3)      Demokrasi sosial
Demokrasi ini menaruh kepeduliannya kepada keadaan sosial dan egalitarianisme (paham persamaan) bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.

4)      Demokrasi partisipasi
Demokrasi yang menekankan hubungan timbal balik antara penguasa atau pemimpin dengan yang dipimpin.
5)      Demokrasi konstitusional
Demokrasi yang menekankan pada proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya dan menekankan kerja sama yang erat diantara elite yang mewakili bagian budaya umum.[3]


3. Prinsip-Prinsip Demokrasi
a.       Prinsip budaya demokrasi
1)      Kebebasan                                                                                              
Adalah kekuasaan untuk membuat pilihan terhadap beragam pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan bersama atas kehendak sendiri, tanpa tekanan dari pihak manapun.
2)      Persamaan
Setiap negara terdiri atas berbagai suku, ras, dan agama. Namun dalam negara demokrasi perbedaan tersebut tidak perlu ditonjolkan bahkan harus ditekan agar tidak menimbulkan konflik.
3)      Solidaritas
Rasa solidaritas harus ada di dalam negara demokrasi. Karena dengan adanya sifat solidaritas ini, walaupun ada perbedaan pandangan bahkan kepentingan tiap-tiap masyarakat maka akan senantiasa selalu terikat karena adanya tujuan bersama.
4)      Toleransi
Adalah sikap atau sifat toleran. Bersikap toleran artinya bersifat menenggang (menghargai, memberikan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri.
5)      Menghormati kejujuran
Kejujuran berarti kesediaan atau keterbukaan untuk menyatakan suatu kebenaran. Kejujuran menjadi hal yang sangat penting bagi semua pihak.
6)      Menghormati penalaran
Penalaran adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang lain. Penalaran ini sangat diperlukan bagi terbangunnya solidaritas antarwarga masyarakat demokratis.
7)      Keadaan keadaban
Keadaan keadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin atau kebaikan budi pekerti. Seseorang yang berperilaku beradab berarti memberikan penghormatan terhadap pihak lain yang dapat tercermin melalui tindakan, bahasa tubuh, dan cara berbicara.
b.      Prinsip – prinsip demokrasi yag bersifat universal
      1)    Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
      2)     Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
3)     Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
      4)      Pengormatan terhadap supremasi hukum.

       Adapun prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law) antara lain sebagai berikut :
1)      Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang.
2)      Kedudukan yang sama dalam hukum.
3)      Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang.

c.       Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila
1)  Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
2)  Keseimbangan antara hak dan dan kewajiban.
3)  Kebebasan yang bertanggung jawab.
4)  Mewujudkan rasa keadilan sosial.
5)  Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
6)  Mengutamakan keputusan dengan musyawarah mufakat.
7)  Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.[4]



4. Proses demokrasi di Indonesia
 Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:
1)      Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950 ).
              Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut, pemerintah mengeluarkan :
    Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP   
      berubah menjadi lembaga legislatif.
   Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan                        
     Partai Politik.
    Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan 
     sistem pemerintahan presidensil menjadi parlementer.

2)   Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a)    Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959
               Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
 Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
 • Dominannya partai politik.
 • Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
 • Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
 • Bubarkan konstituante.
 • Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950.
 • Pembentukan MPRS dan DPAS.

b)    Masa demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
               Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
 1. Dominasi Presiden
 2. Terbatasnya peran partai politik

 Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
 1.    Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
 2.  Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR.                                                     
 3.    Jaminan HAM lemah
 4.    Terjadi sentralisasi kekuasaan
 5.    Terbatasnya peranan pers
 6.    Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok  Timur)
        Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

c)    Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
              Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:

 1.    Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
 2.    Rekrutmen politik yang tertutup
 3.    Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
 4.    Pengakuan HAM yang terbatas
 5.    Tumbuhnya KKN yang merajalela

 Sebab jatuhnya Orde Baru:
 1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
 2. Terjadinya krisis politik
 3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
 4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden
      Soeharto untuk turun jadi Presiden
 5. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.

 Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

d)    Pelaksanaan demokrasi Orde Reformasi 1998 – sekarang
              Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
               Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
 Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
 1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
 2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
 3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
 4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
 5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV.[5]


5.      Demokrasi Tidak Berpihak pada Rakyat
Kemana demokrasi berpihak? Itulah pertanyaan yang patut diajukan pada sekian orang yang percaya pada jalan demokrasi. Dimana ideologi ini sebenarnya berpihak? Akan kemana sesungguhnya keyakinan politik ini hendak berlabuh? Seandainya ada janji tentang akses betulkah demokrasi telah berhasil meluaskan akses pada semua orang? Akses orang pada dunia pekerjaan, layanan publik yang dibutuhkan dan akses informasi yang lebih akurat. Dimana demokrasi bukan semata-mata pembebasan informasi melainkan juga pembebasan dari keterjepitan ekonomi. Demokrasi patut untuk mendapat uju yang layak khususnya dalam menangani janji-janji yang didengungkan selama ini.
Saat pemilhan umum berjalan banyak yang percaya kalau rakyat sudah ‘matang, arif dan cerdas’ dalam berdemokrasi. Pujian itu diberikan karena dengan ringan banyak orang kemudian memberi pilihan tanpa ada rasa takut dan cemas. Pujian itu ditorehkan karena selama proses pemilu tidak ada kekerasan yang berarti. Rakyat begitu dewasa dalam menentukan pilihannya. Dan hasil konkrit yng kemudian didapat, duduknya sejumlah anggota parlemen yang memulai kerja dengan keributan berebut kursi ketua fraksi. Parlemen hasil pilihan rakyat kemudian menunjukkan watak sesungguhnya, yakni membajak kedaulatan untuk kepentingan yang bertolak belakang dengan keinginan rakyat.
 Demokrasi yang dipuja-puja pada kenyatannya kurang memberikan pilihan orang-orang berkualitas. Lebih mirip dengan kemasan makanan yang begitu manis di pembungkus tapi masam di rasa. Parlemen hasil pilihan rakyat kemudian hadir dan bekerja dengan cara yang menggelisahkan rakyat. Meski sudah ditumpahi fasilitas, tapi ada banyak ganjalan yang terus menghantui pran parlemen. Diantaranya campur tangan kepentingan partai yang masih mendominasi sepak terjang anggota parlemen dan itu yang membuat kerja parlemen tidak mewakili aspirasi rakyat. Aspirasi yang diabaikan itu mewujud dalam banyak hal, diantaranya masih sedikitnya undang-undang yang melindungi langsung semua kepentingan rakyat. Hampir semua sektor publik kini didorong untuk diprivatisasi dan itu mau tidak mau karena restu parlemen.
 Di samping parlemen ancaman demokrasi memang terletak pada kelompok lobi yang memiliki peran sekaligus pengaruh yang sangat penting dalam mengamankan serta mendorong munculnya kebijakan. Kaum lobi ini dengan antusias selalu mencoba untuk ikut terlibat aktif dalam setiap pengambilan keputusan. Terdapat banyak kelompok lobi yang berada di semua jajaran pengambilan keputusan dan payung perlindungan untuk keberadaan mereka sangat sulit untuk dibongkar. Sebagaimana kasus para pelaku korupsi yang bisa keluar dari tahanan seenaknya karena perlindungan aparat setempat. Persis seperti pelaku kejahatan pelanggaran HAM yang terus berada dalam lubang perlindungan tanpa mendapat tuntutan. Kelompok lobi bisa mantan pejabat atau kaum pengusaha yang mempunyai koneksi dengan penguasa. Mereka itulah yang bisa membajak demokrasi dengan semena-mena.
Keberpihakan menjadi masalah utama ketika prinsip demokrasi dijalankan dengan utuh tanpa melibatkan karakteristik dan kebutuhan di tingkatan lokal. Sebab ketika  konsisten maka bisa jadi penguasa yang akan unggul adalah mereka yang punya pengaruh besar. Kuasa pengaruh tersebut terbentuk bukan semata-mata karena kepemilikan gagasan maupun kecakapan dalam memimpin melainkan hegemoni yang terbentuk karena kuatnya basis ekonomi. Basis ekonami menjadi sandaran utama ketika prinsip demokrasi dijalankan denan agresif dan itu sebabnya kepemimpinan politik tidak pernah berada di tangan mereka yang tidak memiliki kaitan struktural apa-apa. Keadaan ini belakangan semain mencemaskan karena prinsip demokrasi dapat dirompak untuk memenuhi kepentingan segelintir kelompok kepentingan.
Demokrasi kemudian menjadi pelayanan, pertama kekuatan modal yang selama ini memberikan ongkos besar-besaran bagi munculnya pengetahuan baru mengenai demokrasi. Kekuatan modal ini mendesain paham demokrasi yang cocok dengan keamanan investasi maupun aktivitas institusi pasar. Kedua lembaga keuangan internasional yang selama ini menjadi operator penilai sahih tidaknya demokrasi yang dianut. Cukup dengan memainkan kurs mata uang maka legitimasi keuangan dimainkan dengan mahir. Yang ketiga adalah para penguasa yang menjadi kaki tangan bagi kedua kekuatan sebelumnya. Merasa memenangkan prosedur demokrasi mereka menjadi ‘boneka’ baik yang mampu memenuhi selera pasar. Aktor berikutnya adalah media yang menjadi industri baru bagi kokohnya paham demokrasi. Secara bertubi-tubi mereka menyajikan serangkaian fakta, pemahaman dan sekaligus wacana yang mencoba mengikat demokrasi untuk menjadi kebutuhan publik semua orang.
Prinsip demokrasi kemudian akan menjadi bumerang bagi tumbuhnya iklim pemerataan dan keadilan, sekaligus memberikan jaminan dan akses buat mereka yang tidak mampu. Kenapa yang miskin semakin tersingkir? Penyingiran ini karena demokrasi dikemudikan oleh kaum kaya yang hanya memberikan garis tebal pada upaya pembebasan. Kelompok miskin jadi tertindas karena demokrasi tidak begitu sensitif dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Saatnya memang kita untuk curiga pada paham demokrasi. Bukan karena apa-apa, prinsip ini tidak memiliki ‘roh’ keberpihakan yang lugas. Saat kekuasaan mendapatkan mandat maka ketika itu pulalah ada banyak kepungan kepentingan yang mulai mencoba untuk memberi daya pikat. Demokrasi yang menikah dengan tradisi liberalisme akan selalu melahirkan kebebasan yang buas bukan pembebasan yang nyata. Tidak menjadi pembebasan, karena demokrasi, di sini, dijalankan oleh aktor-aktor yang bermasalah, berada di kukungan struktur yang terus menjebak dan dikelilingi oleh para perompak yang mulai melihat prinsip demokrasi untuk dijadikan kendaraan. Mungkin benar jika demokrasi memang bukan paham yang sempurna tapi adalah lebih benar jika kita mulai bertanya, sebenarnya dimana prinsip demokrasi ini meletakkan keberpihakannya.
Semua kasus di atas menunjukkan dengan gemilang, kalau demokrasi memang bisa mamangsa rakyat yang sesungguhnya memegang kedaulatan. Perompakan ini didukung oleh sejumlah faktor yang saling melengkapi, pertama-tama pastilah urusan prosedural yang membuat demokrasi dijauhkan dari tangan-tangan rakyat. Sewaktu parlemen tidak melakukan aktivitas atau mangkir maka rakyat tidak memilikin’tangan prosedural’ yang bisa memaksa parlemen untuk duduk dan berkerja kembali. Sejak ditetapkannya anggota parlemen maka semenjak itu pulalah rakyat tidak memiliki kemampuan untuk menjangkaunya, dan lebih tragis lagi keluar kebijakan yang memusuhi rakyat. Yang kedua demokrasi tidak menyangka kalau akan melahirkan kelompok kalah yang kerap kali kurang menerima dengan adil aturan bermain. Kelompok kalah yang punya nafsu kekuasaan besar bisa berusaha dengan segala taktik untuk kembali meraih kekuasaanya.
Aturan dan proedur dalam demokrasi bukan perkara yang gampang untuk diterapkan. Banyak kendala yang menjadi perintang bagi terpenuhinya tujuan ideal demokrasi. Perintang itulah yang membuat demokrasi semakin menjauh dari tangan-tangan rakyat jelata yang selalu dilumeri oleh mimpi besar perubahan. Kini mimpi itu terbukti tidak berhasil diwujudkan bahkan negara dikarantina oleh perubahan yang dituntut oleh kaum kapalitas yang belindung di bawah agen-agen donor maupun lembaga keuangan internasional. Formasi sosial dimana rakyat berada dalam posisi paling bawah telah membawa demokrasi sebagai ideologi yang balik mencengkram kebutuhan rakyat akan persamaan dan keadilan. Di sini, sekali lagi, demokrasi nyatanya membuang kedaulatan rakyat.[6]
D.    Kesimpulan
Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi, hak-hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin.
Penerapan demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
            Implementasi demokrasi pancasila terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebebasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
E.     Penutup
Demikian makalah yang kami buat. Semoga bermanfaat bagi keilmuan kita semua. Kami menyadari bahwa kami hanya manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan, maka kritik konstruktif senantiasa kami tunggu demi pembenahan makalah ini agar labih baik ke depan.










DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Eko. 2005, Demokrasi Tidak untuk Rakyat. Resist Buku: Yogyakarta.
Sukaya, Endang Zaelani dkk. 2002,  Pendidikan Kewarganegaraan.  Paradigma: Yogyakarta.
Tim ICCE UIN Jakarta. 2003, Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani).  TIM ICCE UIN Jakarta: Jakarta.
http://e-dukasi.net/





























[1] Tim ICCE UIN Jakarta. 2003, Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani).  TIM ICCE UIN Jakarta: Jakarta. hlm.110-112
[2] Endang Zaelani Sukaya dkk. 2002,  Pendidikan Kewarganegaraan.  Paradigma: Yogyakarta. hlm.27.
[3] http://e-dukasi.net/
[4] http://e-dukasi.net/
[5] http://e-dukasi.nat/
[6] Prasetyo, Eko. 2005. Demokrasi Tidak untuk Rakyat. Resist Buku: Yogyakarta. hlm.105-108

No comments:

Post a Comment