A.
Latar Belakang Masalah
Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,
yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang
saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan
agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.
Berawal dari
kemenangan Negara-negara Sekutu (Eropah Barat dan Amerika Serikat) terhadap
Negara-negara Axis (Jerman, Italia & Jepang) pada Perang Dunia II (1945),
dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan paham
Komunisme di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi yang dianut oleh
Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara menjadi paham yang mendominasi
tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini.
Suatu bangsa
atau masyarakat di Abad XXI ini baru mendapat pengakuan sebagai warga dunia
yang beradab (civilized) bilamana menerima dan menerapkan demokrasi sebagai
landasan pengaturan tatanan kehidupan kenegaraannya. Sementara bangsa atau
masyarakat yang menolak demokrasi dinilai sebagai bangsa/masyarakat yang belum
beradab (uncivilized).
Indonesia
adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia
Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya,
mungkin kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal
kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang
saling berbeda satu dengan lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian demokrasi?
2.
Apa
saja macam-macam demokrasi?
3.
Apa
prinsip-prinsip demokrasi?
4.
Bagaimana
proses demokrasi di Indonesia?
5.
Apakah demokrasi untuk rakyat?
C.
Pembahasan
1. Pengertian Demokrasi
Pengertian tentang demokrasi
dapat dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis).
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan
“cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi)
adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sementara itu, pengertian
secara istilah sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut:
(a)
Menurut
Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk
mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
(b)
Sidney
Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.
(c)
Philippe
C. Schimeter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem
pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka di wilayah publik oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung
melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
Dari beberapa
pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu
sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada
keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun
pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pegertian
3 hal: pertama, pemerintahan dari rakyat (governmen of the people) dan
pemerintah yang tidak sah dan diakui (ligimate government) dan
pemerintah yang tidak sah dan tidak diakui (unligimate government) di
mata rakyat.
Kedua, pemerintahan oleh
rakyat (government by the people) yang berarti suatu pemerintahan
menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginan
sendiri.
Ketiga, pemerintahan untuk
rakyat (government for the people) mengandung pengertian bahwa kekuasaan
yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan
rakyat.[1]
Komisi Internasional Ahli
Hukum dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 merumuskan syarat-syarat
penyelanggaraan pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law sebagai
berikut:
a)
Perlindungan
konstitusional yang menjamin hak-hak individu dan menentukan prosedur untuk
memperoleh perlindungan hak-hak yang dijamin.
b)
Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
c)
Pemilihan
umum yang bebas.
d)
Kebebasan
untuk menyatakan pendapat.
e)
Kebebasan
berserikat dan beroposisi.
f)
Pendidikan
kewarganegaraan (civic education).[2]
2. Macam – Macam
Demokrasi
a. Dilihat dari cara penyaluran kehendak
rakyat
1) Demokrasi
langsung (direct democracy)
Yaitu rakyat secara langsung dapat
membicarakan dan menentukan suatu urusan politik kenegaraan.
2) Demokrasi perwakilan atau tidak langsung (representative democracy)
Yaitu aspirasi rakyat disalurkan
melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen).
3) Demokrasi sistem referendum
Yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya
yang duduk di parlemen tetapi dalam melaksanakan tugasnya, parlemen dikontrol oleh rakyat
melalui sistem referendum.
b. Dilihat dari dasar atau paham ideologi
yang dianut
1) Demokrasi liberal
Yaitu paham demokrasi dengan
menitikberatkan pada ideologi liberalis yang cenderung pada kebebasan individu
atau perseorangan.
2) Demokrasi rakyat atau proletariat (komunis)
Yaitu demokrasi yang cenderung kepada
kepentingan umum (dalam hal negara ini) sehingga hak-hak politik rakyat dan
kepentingan perseorangan kurang diperhatikan.
3) Demokrasi pancasila
Merupakan ciri khusus demokrasi yang
tidak hanya mencakup bidang politik saja, melainkan juga bidang ekonomi,
sosial, budaya, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
c. Dilihat dari perkembangan paham
1) Demokrasi klasik
Yaitu paham demokrasi yang
menitikberatkan pada pengertian politik kekuasaan atau politik pemerintahan
negara.
2) Demokrasi modern
Yaitu paham demokrasi yang tidak hanya
mencakup bidang politik saja, melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya dan
menwujudkan kesejahteraan rakyat.
d. Dilihat dari hubungan antara pemerintahan
dengan rakyat
1) Demokrasi liberal
Dalam demokrasi ini pemerintah dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan
umum yang bebas diselenggarakan dalam waktu yang tetap.
2) Demokrasi terpimpin
Dalam demokrasi ini terdapat keyakinan
para pemimpin bahwa semua tindakan mereka dipercaya oleh rakyat, tetapi menolak
persaingan dalam pemilihan umum untuk menduduki kekuasan.
3) Demokrasi sosial
Demokrasi ini menaruh kepeduliannya
kepada keadaan sosial dan egalitarianisme (paham persamaan) bagi persyaratan
untuk memperoleh kepercayaan politik.
4) Demokrasi partisipasi
Demokrasi yang menekankan hubungan
timbal balik antara penguasa atau pemimpin dengan yang dipimpin.
5) Demokrasi konstitusional
Demokrasi yang menekankan pada proteksi
khusus bagi kelompok-kelompok budaya dan menekankan kerja sama yang erat
diantara elite yang mewakili bagian budaya umum.[3]
3. Prinsip-Prinsip
Demokrasi
a.
Prinsip budaya demokrasi
1)
Kebebasan
Adalah kekuasaan untuk membuat pilihan
terhadap beragam pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan bersama atas kehendak sendiri, tanpa tekanan dari pihak manapun.
2)
Persamaan
Setiap negara terdiri atas berbagai
suku, ras, dan agama. Namun dalam negara demokrasi perbedaan tersebut tidak
perlu ditonjolkan bahkan harus ditekan agar tidak menimbulkan konflik.
3)
Solidaritas
Rasa solidaritas harus ada di dalam
negara demokrasi. Karena dengan adanya sifat solidaritas ini, walaupun ada
perbedaan pandangan bahkan kepentingan tiap-tiap masyarakat maka akan
senantiasa selalu terikat karena adanya tujuan bersama.
4)
Toleransi
Adalah sikap atau sifat toleran.
Bersikap toleran artinya bersifat menenggang (menghargai, memberikan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan,
dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri.
5) Menghormati kejujuran
Kejujuran berarti kesediaan atau keterbukaan untuk menyatakan suatu
kebenaran. Kejujuran menjadi hal yang sangat penting bagi semua pihak.
6)
Menghormati penalaran
Penalaran adalah penjelasan mengapa
seseorang memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut
hal serupa dari orang lain. Penalaran ini sangat diperlukan bagi terbangunnya
solidaritas antarwarga masyarakat demokratis.
7) Keadaan keadaban
Keadaan keadaban adalah
ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin atau kebaikan budi pekerti. Seseorang
yang berperilaku beradab berarti memberikan penghormatan terhadap pihak lain
yang dapat tercermin melalui tindakan, bahasa tubuh, dan cara berbicara.
b. Prinsip – prinsip demokrasi yag bersifat
universal
1) Keterlibatan warga
negara dalam pembuatan keputusan politik.
2) Tingkat
persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
3) Tingkat
kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
4) Pengormatan
terhadap supremasi hukum.
Adapun prinsip demokrasi yang didasarkan
pada konsep di atas (rule of law) antara lain sebagai berikut :
1) Tidak adanya kekuasaan yang
sewenang-wenang.
2) Kedudukan yang sama dalam hukum.
3) Terjaminnya hak asasi manusia oleh
undang-undang.
c. Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila
1) Persamaan
bagi seluruh rakyat Indonesia
2) Keseimbangan
antara hak dan dan kewajiban.
3) Kebebasan
yang bertanggung jawab.
4)
Mewujudkan rasa keadilan sosial.
5) Pengambilan
keputusan dengan musyawarah mufakat.
6)
Mengutamakan keputusan dengan musyawarah mufakat.
7)
Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.[4]
4. Proses demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dibagi
menjadi beberapa periode, yaitu:
1) Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi (
1945 – 1950 ).
Tahun
1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke
Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal
itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih
terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD
1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari
kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut, pemerintah mengeluarkan :
•
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP
berubah menjadi lembaga legislatif.
•
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan
Partai Politik.
•
Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan
sistem pemerintahan presidensil menjadi parlementer.
2) Pelaksanaan demokrasi pada masa
Orde Lama
a) Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959
Masa demokrasi liberal yang parlementer
presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai
kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik
sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini
dinilai gagal disebabkan :
• Dominannya partai politik.
• Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
• Tidak mampunya konstituante bersidang untuk
mengganti UUDS 1950.
Atas dasar
kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
• Bubarkan konstituante.
• Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950.
• Pembentukan MPRS dan DPAS.
b) Masa demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap
MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk
mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara
lain:
1.
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2.
Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden
membentuk DPRGR.
3.
Jaminan HAM lemah
4.
Terjadi sentralisasi kekuasaan
5.
Terbatasnya peranan pers
6.
Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya
terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
c) Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
Pelaksanaan
demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966,
Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala
bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal
sebab:
1.
Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2.
Rekrutmen politik yang tertutup
3.
Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4.
Pengakuan HAM yang terbatas
5.
Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi
)
2. Terjadinya krisis politik
3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat
kekuasaan orba
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat
menuntut Presiden
Soeharto untuk turun jadi Presiden
5. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi
1998 s/d sekarang.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan
penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada
tanggal 21 Mei 1998.
d) Pelaksanaan demokrasi Orde Reformasi 1998 –
sekarang
Demokrasi
yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya
dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan
peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan
tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai
dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan
wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa reformasi berusaha membangun kembali
kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
tentang pokok-pokok reformasi
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang
pencabutan tap MPR tentang Referandum
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen
I, II, III, IV.[5]
5.
Demokrasi Tidak Berpihak pada Rakyat
Kemana demokrasi berpihak? Itulah pertanyaan
yang patut diajukan pada sekian orang yang percaya pada jalan demokrasi. Dimana
ideologi ini sebenarnya berpihak? Akan kemana sesungguhnya keyakinan politik
ini hendak berlabuh? Seandainya ada janji tentang akses betulkah demokrasi
telah berhasil meluaskan akses pada semua orang? Akses orang pada dunia
pekerjaan, layanan publik yang dibutuhkan dan akses informasi yang lebih
akurat. Dimana demokrasi bukan semata-mata pembebasan informasi melainkan juga
pembebasan dari keterjepitan ekonomi. Demokrasi patut untuk mendapat uju yang
layak khususnya dalam menangani janji-janji yang didengungkan selama ini.
Saat pemilhan umum berjalan banyak yang
percaya kalau rakyat sudah ‘matang, arif dan cerdas’ dalam berdemokrasi. Pujian
itu diberikan karena dengan ringan banyak orang kemudian memberi pilihan tanpa
ada rasa takut dan cemas. Pujian itu ditorehkan karena selama proses pemilu
tidak ada kekerasan yang berarti. Rakyat begitu dewasa dalam menentukan
pilihannya. Dan hasil konkrit yng kemudian didapat, duduknya sejumlah anggota
parlemen yang memulai kerja dengan keributan berebut kursi ketua fraksi.
Parlemen hasil pilihan rakyat kemudian menunjukkan watak sesungguhnya, yakni
membajak kedaulatan untuk kepentingan yang bertolak belakang dengan keinginan
rakyat.
Demokrasi yang dipuja-puja pada kenyatannya
kurang memberikan pilihan orang-orang berkualitas. Lebih mirip dengan kemasan
makanan yang begitu manis di pembungkus tapi masam di rasa. Parlemen hasil
pilihan rakyat kemudian hadir dan bekerja dengan cara yang menggelisahkan
rakyat. Meski sudah ditumpahi fasilitas, tapi ada banyak ganjalan yang terus
menghantui pran parlemen. Diantaranya campur tangan kepentingan partai yang
masih mendominasi sepak terjang anggota parlemen dan itu yang membuat kerja
parlemen tidak mewakili aspirasi rakyat. Aspirasi yang diabaikan itu mewujud
dalam banyak hal, diantaranya masih sedikitnya undang-undang yang melindungi
langsung semua kepentingan rakyat. Hampir semua sektor publik kini didorong
untuk diprivatisasi dan itu mau tidak mau karena restu parlemen.
Di
samping parlemen ancaman demokrasi memang terletak pada kelompok lobi yang
memiliki peran sekaligus pengaruh yang sangat penting dalam mengamankan serta
mendorong munculnya kebijakan. Kaum lobi ini dengan antusias selalu mencoba
untuk ikut terlibat aktif dalam setiap pengambilan keputusan. Terdapat banyak
kelompok lobi yang berada di semua jajaran pengambilan keputusan dan payung
perlindungan untuk keberadaan mereka sangat sulit untuk dibongkar. Sebagaimana
kasus para pelaku korupsi yang bisa keluar dari tahanan seenaknya karena
perlindungan aparat setempat. Persis seperti pelaku kejahatan pelanggaran HAM
yang terus berada dalam lubang perlindungan tanpa mendapat tuntutan. Kelompok
lobi bisa mantan pejabat atau kaum pengusaha yang mempunyai koneksi dengan
penguasa. Mereka itulah yang bisa membajak demokrasi dengan semena-mena.
Keberpihakan menjadi masalah utama ketika
prinsip demokrasi dijalankan dengan utuh tanpa melibatkan karakteristik dan
kebutuhan di tingkatan lokal. Sebab ketika
konsisten maka bisa jadi penguasa yang akan unggul adalah mereka yang
punya pengaruh besar. Kuasa pengaruh tersebut terbentuk bukan semata-mata
karena kepemilikan gagasan maupun kecakapan dalam memimpin melainkan hegemoni
yang terbentuk karena kuatnya basis ekonomi. Basis ekonami menjadi sandaran
utama ketika prinsip demokrasi dijalankan denan agresif dan itu sebabnya
kepemimpinan politik tidak pernah berada di tangan mereka yang tidak memiliki
kaitan struktural apa-apa. Keadaan ini belakangan semain mencemaskan karena
prinsip demokrasi dapat dirompak untuk memenuhi kepentingan segelintir kelompok
kepentingan.
Demokrasi kemudian menjadi pelayanan, pertama
kekuatan modal yang selama ini memberikan ongkos besar-besaran bagi munculnya
pengetahuan baru mengenai demokrasi. Kekuatan modal ini mendesain paham
demokrasi yang cocok dengan keamanan investasi maupun aktivitas institusi
pasar. Kedua lembaga keuangan internasional yang selama ini menjadi
operator penilai sahih tidaknya demokrasi yang dianut. Cukup dengan memainkan
kurs mata uang maka legitimasi keuangan dimainkan dengan mahir. Yang ketiga
adalah para penguasa yang menjadi kaki tangan bagi kedua kekuatan sebelumnya.
Merasa memenangkan prosedur demokrasi mereka menjadi ‘boneka’ baik yang mampu
memenuhi selera pasar. Aktor berikutnya adalah media yang menjadi industri baru
bagi kokohnya paham demokrasi. Secara bertubi-tubi mereka menyajikan
serangkaian fakta, pemahaman dan sekaligus wacana yang mencoba mengikat
demokrasi untuk menjadi kebutuhan publik semua orang.
Prinsip demokrasi kemudian akan menjadi
bumerang bagi tumbuhnya iklim pemerataan dan keadilan, sekaligus memberikan
jaminan dan akses buat mereka yang tidak mampu. Kenapa yang miskin semakin
tersingkir? Penyingiran ini karena demokrasi dikemudikan oleh kaum kaya yang
hanya memberikan garis tebal pada upaya pembebasan. Kelompok miskin jadi
tertindas karena demokrasi tidak begitu sensitif dengan kebutuhan-kebutuhan
mereka.
Saatnya memang kita untuk curiga pada paham
demokrasi. Bukan karena apa-apa, prinsip ini tidak memiliki ‘roh’ keberpihakan
yang lugas. Saat kekuasaan mendapatkan mandat maka ketika itu pulalah ada
banyak kepungan kepentingan yang mulai mencoba untuk memberi daya pikat.
Demokrasi yang menikah dengan tradisi liberalisme akan selalu melahirkan
kebebasan yang buas bukan pembebasan yang nyata. Tidak menjadi pembebasan,
karena demokrasi, di sini, dijalankan oleh aktor-aktor yang bermasalah, berada
di kukungan struktur yang terus menjebak dan dikelilingi oleh para perompak
yang mulai melihat prinsip demokrasi untuk dijadikan kendaraan. Mungkin benar
jika demokrasi memang bukan paham yang sempurna tapi adalah lebih benar jika
kita mulai bertanya, sebenarnya dimana prinsip demokrasi ini meletakkan
keberpihakannya.
Semua kasus di atas menunjukkan dengan
gemilang, kalau demokrasi memang bisa mamangsa rakyat yang sesungguhnya
memegang kedaulatan. Perompakan ini didukung oleh sejumlah faktor yang saling
melengkapi, pertama-tama pastilah urusan prosedural yang membuat demokrasi
dijauhkan dari tangan-tangan rakyat. Sewaktu parlemen tidak melakukan aktivitas
atau mangkir maka rakyat tidak memilikin’tangan prosedural’ yang bisa memaksa
parlemen untuk duduk dan berkerja kembali. Sejak ditetapkannya anggota parlemen
maka semenjak itu pulalah rakyat tidak memiliki kemampuan untuk menjangkaunya,
dan lebih tragis lagi keluar kebijakan yang memusuhi rakyat. Yang kedua
demokrasi tidak menyangka kalau akan melahirkan kelompok kalah yang kerap kali
kurang menerima dengan adil aturan bermain. Kelompok kalah yang punya nafsu
kekuasaan besar bisa berusaha dengan segala taktik untuk kembali meraih
kekuasaanya.
Aturan dan proedur dalam demokrasi bukan
perkara yang gampang untuk diterapkan. Banyak kendala yang menjadi perintang
bagi terpenuhinya tujuan ideal demokrasi. Perintang itulah yang membuat
demokrasi semakin menjauh dari tangan-tangan rakyat jelata yang selalu dilumeri
oleh mimpi besar perubahan. Kini mimpi itu terbukti tidak berhasil diwujudkan
bahkan negara dikarantina oleh perubahan yang dituntut oleh kaum kapalitas yang
belindung di bawah agen-agen donor maupun lembaga keuangan internasional.
Formasi sosial dimana rakyat berada dalam posisi paling bawah telah membawa
demokrasi sebagai ideologi yang balik mencengkram kebutuhan rakyat akan
persamaan dan keadilan. Di sini, sekali lagi, demokrasi nyatanya membuang
kedaulatan rakyat.[6]
D.
Kesimpulan
Demokrasi
diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Istilah demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab
dengan demokrasi, hak-hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin.
Penerapan
demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi
masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai
rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di
mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila
sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Implementasi
demokrasi pancasila terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap
lima tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun
presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan
hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta
kedaulatan rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat
terwujud.
Dari pengalaman
masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang
telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga,
masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita
belum membudanyakannya.
Membudaya
berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi
telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi
kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain,
demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari
kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu
belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara,
bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang
kurang menghargai kebebasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi
hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara
atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan
pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk
merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan
seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai
demokrasi itu kurang di praktekan.
E. Penutup
Demikian makalah yang kami buat. Semoga
bermanfaat bagi keilmuan kita semua. Kami menyadari bahwa kami hanya manusia
biasa yang jauh dari kesempurnaan, maka kritik konstruktif senantiasa kami
tunggu demi pembenahan makalah ini agar labih baik ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Eko. 2005, Demokrasi
Tidak untuk Rakyat. Resist Buku: Yogyakarta.
Sukaya, Endang Zaelani
dkk. 2002, Pendidikan Kewarganegaraan. Paradigma: Yogyakarta.
Tim ICCE UIN Jakarta.
2003, Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani). TIM ICCE UIN Jakarta:
Jakarta.
http://e-dukasi.net/
[1]
Tim ICCE UIN Jakarta. 2003, Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani). TIM
ICCE UIN Jakarta: Jakarta. hlm.110-112
[3]
http://e-dukasi.net/
[4]
http://e-dukasi.net/
[5]
http://e-dukasi.nat/
[6]
Prasetyo, Eko. 2005. Demokrasi Tidak untuk Rakyat. Resist Buku:
Yogyakarta. hlm.105-108
No comments:
Post a Comment