IMPLEMENTASI REWARD AND PUNISHMENT (CONNECTIONISM) DALAM PENDIDIKAN
PERSPEKTIF ISLAM
PAPER
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester
Mata
Kuliah : Tafsir II (Tarbawi)
Dosen Pengampu
: Teguh Mukidin, S.ud., M.Hum.
Disusun Oleh :
Naila Shifwah (
1310110213)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH/PAI
2014
Implementasi Reward and Punishment
(Connentionism) dalam Pendidikan Perspektif Islam
Teori belajar dalam pendidikan pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai
bagaimana terjadinya proses belajar. Berdasarkan suatu teori, suatu
pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan peserta didik
sebagai hasil pembelajaran.[1]
Teori yang berkembang dalam pendidikan salah satunya yaitu teori behavioristik.
Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus
dan out put yang berupa respon.
Selanjutnya dalam aliran teori belajar behavioristik terdapat
beberapa tokoh yang yaitu Ivan Petrovich Pavlov, John B. Watson dengan teori
belajar, dan Edward Lee Thorndike. Di sisi penulis akan lebih mengkhususkan
pembahasan pada tokoh Edward Lee Thorndike dengan teori belajarnya yaitu connectionism.
Edward Lee Thorndike adalah tokoh psikologi yang mampu memberikan
pengaruh besar terhadap berlangsungnya proses pembelajaran. Teorinya dikenal
dengan teori Stimulus-Respons. Menurutnya, dasar belajar adalah asosiasi
antara stimulus (S) dengan respons (R). Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan atau tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu tidak dapat diamati.
Dapat dikatakan bahwa stimulus akan memberi kesan kepada
pancaindra, sedangkan respons akan mendorong seseorang untuk melakukan
tindakan. Asosiasi seperti itu disebut Connection. Prinsip itulah yang
kemudian disebut sebagai teori Connectionism. Pendidikan menurut Thorndike
yaitu melakukannya dengan menghadapkan subjek pada situasi yang mengandung
problem.
Dalam teori ini siapa yang menguasai hubungan stimulus-respons
sebanyak-banyaknya merupakan orang yang berhasil dalam proses belajar.
Pementukan stimulus-respons ini dilakukan melalui ulangan-ulangan.[2]
Thorndike merumuskan hasil eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar
yaitu; hukum kesiapan (the law of readiness), hukum latihan (the law
of exercise), dan hukum akibat (the law of effect).[3] Pertama,
hukum kesiapan (the law of readiness), hukum ini menyatakan kondisi yang
dianggap mendukung dan tidak mendukung pemunculan respons. Jika anak peserta
didik sudah siap (sudah belajar) maka ia akan siap untuk memunculkan suatu
respons atas dasar stimulus (kebutuhan yang diberikan). Hal ini merupakan
kondisi yang menyenangkan bagi anak didik dan akan menyempurnakan pemunculan
respons. Sebaliknya jika peserta didik belum siap untuk memunculkan respons atas
stimulus atau peserta didik merasa terpaksa memberi respons maka ia mengalami
kondisi yang tidak menyenangkan yang dapat memperlemah pemunculan respons. Hubungan
ini erat kaitannya dengan pemberian hadiah (reward) dan sanksi (punishment).
Kedua, hukum latihan (the law of exercise), hukum ini menyatakan
bahwa latihan akan menyempurnakan respons, pengulangan situasi atau pengalaman
akan meningkatkan kemungkinan munculnya respons yang benar. Tetapi pengulangan
yang tidak menyenangkan tidak akan membantu dalam proses belajar. Dan ketiga,
hukum akibat (the law of effect), hukum ini menyatakan bahwa situasi
atau hasil yang menyenangkan yang diperoleh dari suatu respons akan memperkuat
hubungan antara stimulus dan respons. Sementara itu, situasi atau hasil yang
tidak menyenangkan akan memperlemah hubungan tersebut.
Menurut Throndike bentuk paling dasar dari belajar adalah trial
and error learning atau selecting-connecting learning dan berlansung
menurut hukum-hukum tertentu.[4]
Thorndike meneliti perilaku melalui proses coba-coba (trial and
error), menurutnya respon akan diberikan atas dasar asas coba-coba sebagai
reaksi terhadap stimulus yang muncul. Oleh karena itu, Throndike percaya adanya
reward and punishment (penghargaan dan hukuman) serta successes and failures
(keberhasilan dan kegagalan).
Selanjutnya akan dipaparkan mengenai konsep reward and
punishment yang terdapat dalam teori Throndike dalam kaitannya dalam
pendidikan Islam.
Reward (ganjaran)
dalam Bahasa Arab yaitu tsawab, kata ini disebutkan dalam al-Qur’an
beberapa kali di antaranya dalam surat Ali Imran ayat 145 dan 148 serta surat
an-Nisa’ ayat 134. Dalam surat tersbut, kata tsawab identik dengan
ganjaran yang baik. Dalam kaitannya dengan pendidikan dalam Islam makna yang
dimaksud dari kata tersebut yaitu pemberian penghargaan (hadiah) terhadap
perilaku baik dari peserta didik; atau dalam pengertian yang luas diratikan
sebagai alat preventif dan represif yang dapat menjadi pendorong (motivator)
belajar peserta didik, serta sebagai penghargaan atas perilaku baik peserta
didik dalam proses pembelajaran.
Punishment (hukuman)
dalam Bahasa Arab yaitu ‘iqab, di dalam al-Qur’an disebutkan 20 kali
dalam 11 surat, di antaranya dalm surat Ali-Imaran ayat 11 dan al-Anfal ayat
13. Dimana i’qab diartikan hukuman (siksa) yang ditujukan atas balasan
dosa sebagai akibat perbuatan jahat manusia. Dalam pendidikan Islam ‘iqab
diartiakan sebagai preventif dan represif; serta merupakan balasan (hukuman)
atas perbuatan tidak baik dari peserta didik.
Dalam al-Qur’an dikemukakan adanya metode penghargaan yaitu orang
yang berbuat baik akan mendapatkan kebaikan (pahala atau reward) dari
Allah yang bertujuan memberikan kegembiraan kepada peserta didik (manusia),
begitu pula orang yang berbuat jahat akan menerima balasan yaitu siksa sebagai
hukuman atas perbuatan mereka, sebagaimana dalam surat an-Najm ayat 31:
¬!ur $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# yÌôfuÏ9 tûïÏ%©!$# (#q䫯»yr& $yJÎ/ (#qè=ÏHxå yÌøgsur tûïÏ%©!$# (#qãZ|¡ômr& Óo_ó¡çtø:$$Î/ ÇÌÊÈ
Artinya:
“Dan
hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa
yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik dengan pahala yang lebih baik (surga).”
Secara umum ayat
itu memaparkan bahwa; pertama, segala sifat kesmpurnaan disandang Allah
semata dan semuanya hanya milik Allah. Pengakuan atas apa yang ada di langit
dan di bumi tersebut akan memberikan kekuatan dan pengaruh trhadap masalah
akhirat yang ada pada hati manusia. Dzat yang menciptakan dan mentakdirkan
akhirat adalah Dzat yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Maka Dia yang berkuasa untuk membalas. Dia semata yang menguasai segala
sarananya. Allah memiliki kesemuanya itu, antara lain orang yang tersesat dan
orang yang mendapat petunjuk. Di sisi Allahmemiliki peran yang sangat berkuasa,
dan kedua, kebebasa memilh suatu hal perbuatan Allah sendiri yang
menciptakan serta berhak mengaturnya, semua berada dalam kekuasaannya. Sehingga
jika Dia menghendaki, niscaya semua akan beriman dan memeluk agama-Nya, tetapi
hal tersebut tudak dikehendaki, karena Allah telah memberikan manusia kebebasan
memilih dan supaya Dia memberi balasan yakni hukuman (punishment) yang
setimpal kepada orang yang berbuat jahat atau melanggar aturan dan memberi
balasan berupa anugerah-Nya (reward) pada orang yang berbuta baik.[5]
Dalam
pendidikan suatu hadiah merupakan dampak dari keberhasilan yang dicapai, dan
menjadi penguat (reinforcement) terhadap hasil belajar. Dan suatu
hukuman merupakan dampak dari kegagalan yang dapat mengilangkan perilku yang
tidak diinginkan, yaitu peserta didik yang menerima uhkuman cenderung untuk
tidak mengulangi kegagalan atau kesalahan yang telah dilakukan olehnya.
Penulis di sini sepakat dengan penerapan reward and punishment
yang terdapat dalam teori Throndike yaitu connectionism dan yang
merupakan salah satu teori dalam cakupan behavioristik dalam pendidikan
khususnya pendidikan yang Islami, karena hal tersebut tidak bertentangan dengan
sumber dasar Islam yaitu al-Qur’an. Dan dalam hadits Rasul yaitu hadits tentang
perintah orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga untuk mengajarkan
seorang anak untuk melaksanakan sholat, juga disinggung pendidikan reward
and punishment. Jadi ini memang tidak menyimpang dari ketentuan ajaran
Islam. Akan tetapi dalam melaksankannya tentu harus disertai dengan
pengendalian dan batasan tertentu agar tidak berlebihan. Sesuai dalam al-Qur’an
pendidik memberikan balasan atas perbuatan peserta didik sesuai dengan
kapasitas. Selain itu keberhasilan pendidikan bukan hanya ditentukan oleh suatu
tindakan dan komponen saja, tetapi semua komponen termasuk tindakan atau
interaksi pendidik dan peserta didik dalam pendidikan harus bersinergi agar
mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan, yakni menjadikan peserta didik
sebagai insan yang pantas menyandang gelar khalifatullah fil ardl.
Daftar Pustaka
Sukmadinata
Nana S. 2007, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Suwardi,
Endraswara. 2005, Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Pustaka Widyatama:
Yogyakarta.
Trianto.
2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik.
Prestasi Pustaka: Jakarta
Zainur
Roziqin, Muhammad. 2007, Moral Pendidikan di Era Global. Averroes Press:
Malang.
http://noor-asysyahab.blogspot.in/2011/05/reward-and-punishment_18.html, diakses pada 06 Oktober 2014 (21:00 WIB)
[1] Trianto. 2007,
Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik.
Prestasi Pustaka: Jakarta, h. 12
[2] Nana S.
Sukmadinata. 2007, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja
Rosdakarya: Bandung, h. 168
[3] Endraswara
Suwardi. 2005, Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Pustaka Widyatama:
Yogyakarta, 34-26
[4] Muhammad
Zainur Roziqin. 2007, Moral Pendidikan di Era Global. Averroes Press:
Malang, h. 64
[5] http://noor-asysyahab.blogspot.in/2011/05/reward-and-punishment_18.html, diakses pada
06 Oktober 2014 (21:00 WIB)
No comments:
Post a Comment