BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Setiap
siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja
akademik (academic performance) yang
memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu
memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar
belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat
mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara
itu, penyelenggaran pendidikan di sekolah pada umumnya hanya ditunjukkan kepada
para siswa berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau
yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa yang berkategori “diluar
rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang
memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Dari sini
kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficult)
yang tidak hanya menimpa siswa yang berkemampuan rata-rata saja, akan tetapi
juga yang berkemampuan rendah dan yang berkemampuan tinggi.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang
yang ada, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian kesulitan belajar dan klasifikasinya?
2. Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan kesulitan belajar?
3. Bagaimana diagnosis kesulitan belajar?
4. Bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar adalah
terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability. Terjemahan
tersebut kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability
artinya ketidakmampuan.[1]
Kesulitan belajar adalah suatu gejala yang tampak pada peserta didik yang
ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau dibawah norma yang
telah ditetapkan.[2]
Kesulitan belajar[3]
adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. [4]
Kesulitan belajar menunjuk
pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang
nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, menalar atau dalam bidang matematika.[5]
Blassic dan Jones mengatakan
bahwa kesulitan belajar itu menunjukkan adanya suatu jarak antara prestasi
akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai oleh peserta
didik (prestasi aktual). Dengan kata lain bahwa peserta didik dikatakan mengalami
kesulitan belajar bila prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan
kapasitas intelegensinya.[6]
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah, kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana peserta
didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan
ataupun gangguan dalam belajar.
Kesulitan
belajar tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang
yang memiliki intelegensi rata-rata hingga superior dalam berbagai kondisi.
Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan,
sosialisasi atau segala aktivitas sehari-hari.[7]
1. Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang
mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya.
2. Learning disfunction adalah gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak
berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan
adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis
lainnya.
3. Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah.
4. Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa
lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak
mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
Secara garis
besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok :
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities), meliputi gangguan motorik dan persepsi, kesulitan
belajar bahasa dan komunikasi dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial
juga dalam hal pemecahan masalah.
b. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities),
menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang
sesuai dengan kapasitas yang diharapkan seperti membaca, menulis dan
matematika.[9]
Misalnya untuk
dapat menguasai soal matematika bentuk cerita, seorang anak harus menguasai
terlebih dahulu kemampuan membaca pemahaman. Untuk dapat membaca, seorang sudah
harus berkembang kemampuannya dalam melakukan diskriminasi visual
maupun auditif, serta kemampuan untuk memusatkan perhatian.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun
fisiologis. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi belajar
siswa yang dicapai berada di bawah semestinya.
2.2
FAKTOR-FAKTOR YANG
MENIMBULKAN KESULITAN BELAJAR
Fenomena kesulitan belajar (learning
difficult) seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja
akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat
dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa
seperti suka berteriak-teriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering
tidak masuk sekolah, dan sering kabur dari sekolah.
Menurut Ross, kesulitan
belajar banyak disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan dari penggunaan dan
mempertahankan perhatian selektif.[10]
Mengingat akan hal-hal tersebut, sudah tidak disangsingkan lagi bahwa didalam pendidikan terdapat bermacam-macam kesulitan yang
disebabkan oleh keadaan atau pembawaan anak itu sendiri maupun oleh lingkungan
dan atau oleh si pendidik sendiri.[11]
Secara garis besar, faktor
penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni faktor intern
siswa[12]
dan faktor ekstern siswa[13].
a. Faktor intern siswa[14]
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau
kekurangmampuan psiko fisik siswa, yakni:
1. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), seperti rendahnya kapasitas
inteligensi siswa.
2. Yang bersifat afektif (ranah rasa), seperti labilnya emosi dan sikap.
3. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), seperti terganggunya alat-alat
indra penglihatan dan pendengaran.
b. Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa. Faktor
lingkungan ini meliputi:
1. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidak harmonisan hubungan antara ayah
dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2. Lingkungan masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum
area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3. Lingkungan sekolah contohnya adalah kondisi dan letak gedung sekolah yang
buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas
rendah dan lain-lain.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan
belajar siswa yaitu factor keturunan, kerusakan pada fungsi otak, biokimia,
deprivasi lingkungan[15],
kesalahan nutrisi. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis
berupa learning disability (ketidakmampuan belajar).[16]
Sindrom (syndrome)
yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan
kesulitan belajar itu terdiri atas:
1) Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca.
2) Disgrafia (disgrapia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
3) Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar
matematika.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum
sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya memiliki
kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang
menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal
brain disfunction, yaitu gangguan ringan pada otak.[17]
Sehingga berbagai faktor
yang dialami oleh peserta didik yang telah disebutkan diatas dalam kesulitan
belajar sangat menentukan dan juga berpengaruh terhadap hasil belajar peserta
didik. Akan lebih baik jika faktor-faktor tersebut bisa dikenali sejak dini,
guna dalam penanganannya bisa lebih cepat dan efisien serta tidak menjadi
masalah yang paten bagi peserta didik sendiri.
2.3
DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
Sebelum menetapkan
alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan
terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat)
terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang
melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis[18]
yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Diagnosis merupakan
istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen, diagnosis
dapat diartikan sebagai upaya untuk menemukan kelemahan atau penyakit (weakness and disease)
apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian mengenai gejala-gejalanya
secara seksama.[19]
Dengan
demikian didalam melakukan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis
atau karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan belajar
(dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data atau informasi selengkap dan
seobjektif mungkin) melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk
memprediksi kemungkinan-kemungkinan dan juga menyarankan tindakan pemecahannya.
Dalam melakukan
diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu
yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang
dialami siswa. Langkah-langkah diagnosis dalam kesulitan belajar :
1. Identifikasi
2. Menentukan prioritas
3. Menentukan potensi
4. Menentukan taraf kemampuan dalam bidang yang perlu diremediasi
5. Menetukan gejala kesulitan
6. Menganalisis faktor-faktor yang terkait
7. Menyusun rekomendasi untuk pengajaran[20]
Dalam melakukan
diagnosis, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh seorang guru bagi
anak yang berkesulitan belajar, prinsip-prinsip tersebut yaitu :
1. Terarah pada perumusan metode perbaikan
2. Efisien
3. Menggunakan catatan kumulatif
4. Memperhatikan berbagai informasi yang terkait
5. Valid dan reliabel
6. Penggunaan tes baku (kalau mungkin)
7. Penggunaan prosedur informal
8. Kuantitatif
9. Berkesinambungan.[21]
Kasus kesulitan
belajar dapat pula di deteksi dari catatan observasi atau laporan proses
kegiatan belajar yaitu :
1. Cepat lambat (berapa lama) menyelasaikan pekerjaan (tugasnya)
2. Ketekunan (persistency) dalam mengikuti pelajaran (berapa kali tidak
hadir : alpa, sakit, izin)
3. Partisipasi dan kontribusinya dalam pemecahan masalah atau mengerjakan
tugas kelompok
4. Kemampuan kerja sama dan penyesuaian sosialnya.[22]
Sehingga
bisa dikatakan jika kegiatan mendiagnosa yang dilakukan oleh guru dalam
menangani kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik bisa berjalan
dengan baik, itu akan berdampak pada proses penanganan yang akan dilakukan
serta keberhasilan proses belajar itu sendiri. Namun itu juga akan berdampak sebaliknya jika seorang guru/pendidik salah
atau kurang tepat dalam melakukan diagnosa terhadap kesulian belajar murid.
2.4 CARA MENGATASI
KESULITAN BELAJAR
Mengatasi kesulitan
belajar, tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor kesulitan belajar. Banyak
solusi yang ditawarkan oleh berbagai pihak dalam mengatasi kesulitan belajar. Menurut
Tadjab langkah-langkah untuk mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut:[23]
1.
Pengumpulan
Data
Untuk menemukan sumber
penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh
informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut
dengan pengumpulan data.
2.
Pengolahan
Data
Data yang telah
terkumpul, selanjutnya diadakan pengolahan secara cermat. Dalam pengolahan data
langkah yang dapat ditempuh antara lain:
a.
Identifikasi kasus
b.
Membandingkan antar kasus
c.
Membandingkan dengan hasil tes
d.
Menarik kesimpulan
3.
Diagnosis
Diagnosis adalah
keputusan (penentu) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini dapat
berupa hal-hal sebagai berikut:
a.
Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b.
Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan
belajar.
c.
Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.
4.
Pragnosis
Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap
diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan
mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi
masalahnya.
5.
Treatment atau
Perlakuan
Perlakuan disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang
bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang
telah disusun pada tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang
mungkin dapat diberikan contohnya bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar
individual dan lain-lain.
6.
Evaluasi
Evaluasi disini untuk mengetahui apakah treatment yang
telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau
bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang
diberikan tidak berhasil, maka diadakan pengecekan kembali.
Kemungkinan cara mengatasi kesulitan belajar
sesuai dengan sifat-sifat permasalahannya :[24]
a. Jika kelemahannya menyeluruh dan bersumber kepada :
1. Kurikulum dan sistem pengajaran, maka perlu diadakan program pengajaran
khusus sebagai pengayaan sampai keterampilan dasar dan pola belajar siswa
terpenuhi dan terkuasai.
2. Sistem evaluasi, maka perlu diadakan peninjauan kembali dan dikembangkan
system penilaian yang bersifat edukatif yang dapat menggairahkan siswa.
3. Faktor kondisional, maka komponen-komponen belajar mengajar pokok yang
disyaratkan (buku, laboratorium, dan lain-lain) perlu dipenuhi.
b.
Jika kelemahannya hanya segmental dan sektoral
pada bagian tertentu, yang mungkin bersumber pada :
1.
Metode belajar mengajar, maka akan mudah
ditempuh remedial teaching secara kelompok, baik dalam kelas sebagai
keseluruhan maupun dalam kelompok kecil.
2.
Sistem penilaian, maka perlu diadakan penyesuaian
dengan system yang lazim berlaku disekolah yang bersangkutan.
3.
Penampilan dan sikap guru, maka perlu adanya
perubahan pada diri guru.
Cara mengatasi kesulitan belajar yaitu :
1.
Salah satu
upaya untuk mengatasi kesulitan belajar adalah dengan meningkatkan motivasi
belajar.
2.
Memiliki
tujuan belajar dan sasaran yang hendak dicapai.
3.
Mengenali
bakat dan minat.
4.
Ciptakan
suasana belajar yang menyenangkan.
5.
Catatlah
keberhasilan belajar yang telah kamu capai sebagai alat pemacu keberhasilan
selanjutnya.
6.
Mintalah
pertimbangan pada guru, teman, atau seseorang yang dirasa memiliki kemampuan
untuk menyelesaikan permasalahan belajar.
7.
Melengkapi sarana
belajar.
8.
Memelihara
kondisi kesehatan, hindari makanan yang beresiko merusak otak.
9.
Mengatur waktu
belajar di sekolah maupun di rumah.
10.
Membuat
rangkuman, skema dan catatan bagi pelajaran yang dianggap penting atau sulit.
11.
Ciptakan
hubungan harmonis dengan guru, teman, maupun keluarga agar tidak membebani
pikiran dan perasaan.
12.
Bergaullah
dengan orang-orang yang mendukung keberhasilan belajar.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK
dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
1.
Melakukan
pendekatan terhadap siswa
2.
Pencarian data
tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali
kelas.
3.
Melakukan
konsultasi secara privat.[25]
2.5. PENELITIAN YANG RELEVAN
JURNAL PENELITIAN PERTAMA
1.
Deskripsi Identitas Penelitian
Jurnal ini disusun oleh I Putu Mas Dewantara, mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa Universitas Pendidikan Ganesha, dengan judul
“Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Keterampilan Berbicara Siswa
Kelas VIIE SMPN 5 Negara dan Strategi Guru untuk Mengatasinya”. Jenis penelitian
ini bersifat kulalitatif, dan disusun pada tahun 2012.
2.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Oleh karena itu,
sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIE dan guru bahasa
Indonesia SMPN 5 Negara. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
wawancara dan observasi. Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai kesulitan belajar siswa dan rasional guru dalam memilih strategi
pembelajaran, sedangkan metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai strategi guru. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan
analisis deskriptif kualitatif. Analisis data dalam penelitian yang
dilaksanakan ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data.
Pengolahan data tersebut di antaranya adalah melalui tiga tahap model alir,
yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Teknik yang digunakan
dalam memeriksa keabsahan data dan kejenuhan data dalam penelitian ini adalah
ketekunan pengamatan dan triangulasi data. Triangulasi data yang dilaksanakan
menggunakan dua cara, yaitu melalui sumber dan teori.
3.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian dari jurnal ini yaitu sebagai berikut: [26]
Faktor-faktor
Penyebab Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara
1. Motif/Motivasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motif/motivasi siswa yang
mengalami kesulitan belajar dalam pembelajaran keterampilan berbicara tergolong
rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya ketertarikan siswa dalam mengikuti
pembelajaran keterampilan berbicara. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa siswa kurang bergairah mengikuti pembelajaran walaupun siswa mengetahui
pentingnya memiliki keterampilan berbicara.
2. Kebiasaan Belajar
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan belajar siswa yang
mengalami kesulitan dalam pembelajaran keterampilan berbicara tergolong kurang
baik. Siswa belajar hanya mengikuti jadwal yang ada di sekolah dan itupun
dilakukan secara tidak teratur. Dilihat
dari cara belajar siswa kelas VIIE SMPN 5 Negara, siswa-siswa yang mengalami
kesulitan dalam pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode
menghafal dalam belajarnya. Bahkan, banyak yang mengakui hanya belajar dengan
teknik membaca dalam hati. Penggunaan teknik membaca dalam hati tentunya kurang
tepat digunakan untuk melatih keterampilan berbicara, khususnya dalam melatih
pelafalan kata-kata.
3. Penguasaan Komponen Kebahasaan
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa mengenai komponen
kebahasaan, yaitu menyangkut (a) lafal, nada, intonasi, sendi, durasi, (b)
diksi, (c) struktur kebahasaan, dan (d) gaya bahasa masih sangat rendah. Yang
menjadi tujuan utama siswa ketika berbicara di depan kelas adalah dapat dengan
cepat menyelesaikan pembicaraannya. Hal ini berakibat pada lafal, nada, sendi,
dan durasi yang sering diabaikan siswa. Komponen kebahasaan yang juga
memengaruhi kesulitan belajar dalam pembelajaran berbicara adalah diksi. Siswa
sering merasa kehabisan kata-kata dalam menyampaikan pembicaraannya. Bahkan,
penggunaan kosa kata bahasa Bali kerap ditemui pada tuturan siswa karena siswa
merasa kesulitan dalam mencari padanan bahasa Indonesianya.
4. Penguasaan Komponen Isi
Dari empat komponen isi yang terdiri atas (1) hubungan isi dengan
topik, (2) struktur isi, (3) kualitas isi, dan (4) kuantitas isi, hanya
penguasaan komponen isi ‘hubungan isi dengan topik’ yang menunjukkan penguasaan
yang memadai. Melihat hasil temuan dari komponen isi tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa rendahnya kemampuan penguasaan komponen isi siswa kelas VIIE
SMPN 5 Negara merupakan salah satu faktor penyebab kesulitan belajar
keterampilan berbicara siswa.
5. Sikap Mental
Penelitian ini menemukan bahwa siswa malu, takut, dan gerogi ketika
tampil di depan teman-temannya. Siswa kurang memiliki rasa percaya diri dalam
berbicara. Rendahnya rasa percaya diri dalam diri siswa disebabkan oleh
kurangnya persiapan dan kurangnya pemahaman terhadap unsur kebahasaan dan
nonkebahasaan yang berpengaruh dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
Selain itu, rasa kurang percaya diri juga dikarenakan oleh rendahnya pemahaman
siswa terhadap komponen isi dan kurangnya pengalaman tampil berbicara di depan
umum.
6. Hubungan/Interaksi antara Guru dan Murid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan/interaksi antara guru
dan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara tergolong kurang. Hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya tuntunan saat siswa sedang menyusun
pembicaraannya. Selain itu, guru jarang melakukan interaksi dalam bentuk tanya
jawab. Alasan guru melakukan hal tersebut adalah karena siswa cenderung diam
ketika diminta untuk menjawab pertanyaan ataupun mengajukan pendapat.
7. Penggunaan Metode Mengajar
Metode pembelajaran yang sudah digunakan guru dalam pembelajaran
keterampilan berbicara adalah metode ceramah, penugasan, tanya jawab, dan
diskusi. Dari metode-metode tersebut, diakui guru bahwa metode ceramahlah
paling banyak digunakan. Penggunaan metode ceramah yang mendominasi
pembelajaran tampaknya telah menjadi salah satu faktor penyebab kesulitan
belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
8. Penggunaan Media Pembelajaran
Dari hasil wawancara dengan siswa dan guru diperoleh hasil bahwa
guru belum menggunakan media dalam pembelajaran. Ketiadaan media dalam pembelajaran
diakui siswa bahwa mereka merasa tidak bersemangat dalam pembelajaran
berbicara. Kurang bersemangatnya peserta didik berdampak pada hasil belajar
keterampilan berbicara yang masih rendah.
9. Hubungan/Interaksi antara Siswa dan Siswa
Dari hasil wawancara dengan siswa dan guru diperoleh hasil bahwa
dalam pembelajaran keterampilan berbicara, hubungan/interaksi antara siswa dan
siswa masih rendah. Hal ini terlihat dari sikap siswa yang sibuk dengan
pekerjaannya sendiri dan enggan berdiskusi dengan temannya. Dari hasil
wawancara baik dengan siswa maupun guru terlihat bahwa sikap siswa pasif dalam
pembelajaran keterampilan berbicara.
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan yang dilakukan terhadap faktor
penyebab kesulitan belajar siswa terungkap bahwa dari sembilan faktor tersebut,
faktor yang paling dominan menyebabkan kesulitan belajar siswa kelas VIIE SMPN
5 Negara dalam pembelajaran keterampilan berbicara adalah faktor sikap mental. Hal ini tampak dari hasil observasi dan wawancara terhadap guru dan
siswa. Rasa malu, takut, cemas, dan tidak percaya diri mengakibatkan siswa sangat
tertekan dalam mengikuti pembelajaran.
Strategi Guru untuk Mengatasi Faktor
Penyebab Kesulitan Belajar
Siswa dalam
Pembelajaran Keterampilan Berbicara Guru dalam pembelajaran keterampilan
berbicara telah menerapkan berbagai strategi untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa. Strategi yang diterapkan oleh guru adalah strategi pembelajaran langsung
(ekspositori), strategi pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center
strategies), strategi pembelajaran deduksi, dan strategi pembelajaran heuristik
yang diimplementasikan dengan berbagai metode, teknik, dan media pembelajaran
serta dengan menerapkan aspek-aspek penilaian tertentu.
4.
Analisa
Kesulitan belajar adalah
suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan.[27] Sedangkan pada penelitian ini membahas mengenai
kesulitan belajar dalam pembelajaran keterampilan berbicara atau penggunaan
bahasa ujaran, dalam hal ini yaitu proses psikologis dasar penggunaan bahsa
ujaran. Kesulitan belajar merupakan keadaan dimana siswa mengalami hambatan
dalam proses belajar yang muncul karena beberapa faktor.
Berdasarkan hasil penelitian di atas faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar dalam pembelajaran keterampilan berbicara adalah
motif/motivasi, kebiasaan belajar, penguasaan komponen kebahasaan, penguasaan
komponen isi, sikap mental, hubungan/interaksi antara guru dan murid,
penggunaaan metode mengajar, penggunaaan media pembelajaran dan hubungan/interaksi
antara siswa dan siswa.
Menurut Muhibbin Syah faktor-faktor kesulitan belajar ada dua macam,
yaitu faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa[28].
Dari hasil temuan dalam penelitian di atas faktor intern siswa meliputi
motivasi, kebiasaan belajar, penguasaan komponen kebahasaan, penguasaan
komponen isi, dan sikap mental. Dan faktor ekstern siswa meliputi hubungan/interaksi
antara guru dan murid, penggunaaan metode mengajar, penggunaaan media
pembelajaran dan hubungan/interaksi antara siswa dan siswa.
Motivasi menjadi salah satu beberapa faktor kesulitan belajar,
karena motivasi diakui sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar[29].
Jika motivasi rendah pada suatu subjek belajar, siswa akan cenderung
mengacuhkannya dan akan menimbulkan hasil belajar yang tidak optimal. Motivasi
juga mempengaruhi prestasi belajar, tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan
indikator baik buruknya prestasi belajar seorang anak didik.[30]
Kebiasaan belajar yaitu siswa yang belajar hanya pada waktu yang
telah ditentukan oleh sekolah dan tehnik belajar yang digunakan kurang tepat
seperti dengan menghafal. Padahal keterampilan membutuhkan proses belajar yang
berbasis pada praktek dan latihan yang dilakukan secara berkelanjutan dan ajeg.
Dan keterampilan bahasa tentu
membutuhkan penguasaan komponen kebahasaan dan penguasaan komponen isi. Dua hal
ini merupakan hal dasar dalam keterampilan berbicara. Sedangkan untuk sikap
mental berupa kecemasan yang dapat berupa kurangnya penguasaan komponen
kebahasaan dan penguasaan komponen isi. Sedangkan menurut Oemar Hamalik
kecemasan akan menimbulkan kesulitan belajar.[31]
Interaksi dalam pembelajaran sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran baik interaksi antara guru dengan siswa maupun antara sesama
siswa, mengingat pemebelajaran di sini siswa bukan belajar sendiri.
Keterampilan berbicara membutuhkan stimulus, karena keterampilan ini dapat dimanifestasikan
melalui interaksi lebih dari satu individu. Saat stimulus tidak ditemukan maka
siswa akan cenderung pasif. Penggunaaan metode mengajar dan penggunaaan media
pembelajaran yang tidak mendukung menjadikan suatu kegiatan pembelajaran tidak
akan berjalan lancar. Karena keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh
bagaimana seorang guru menyampaikan materi tersebut. Jika suatu materi disamaikan
dengan metode yang tidak tepat maka terjadi kemungkinan materi tersebut tidak
akan diterima oleh siswa dengan baik.
Dalam
penelitian ini solusi yang ditawarkan hanya memperhatikan
penggunaan strategi, metode, dan fasilitas. Akan tetapi sebelum
menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar guru perlu terlebih
dahulu melakukan identifikasi terhadap fenomena
yang menunjukkan
kemungkinan adanya kesulitan belajar
yang melanda setiap siswa. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang
terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada
ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Langkah-langkah
diagnosis kesulitan belajar yaitu: 1) identifikasi, 2) menentukan prioritas, 3)
menentukan potensi, 4) menentukan taraf kemampuan dalam bidang yang perlu
diremediasi, 5) menetukan gejala kesulitan, 6) menganalisis faktor-faktor yang
terkait, 7) menyusun rekomendasi untuk pengajaran.[32]
JURNAL
PENELITIAN KEDUA
1.
Deskripsi Identitas Penelitian
Jurnal ini disusun oleh Diah Putri Lestari, mahasiswa Fakultas
Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2012,
dengan judul penelitian “Deskripsi Kesulitan Belajar pada Operasi Penjumlahan
dengan Teknik Menyimpan Siswa Kelas I SD Negeri 3 Panjer Kecamatan Kebumen
Kabupaten Kebumen Tahun Ajaran 2011/2012”. Jenis dari penelitian ini bersifat
kualitatif.
2.
Metode Penelitian
Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Panjer
Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. Subjek penelitian adalah siswa kelas I
SDN 3 Panjer, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen tahun ajaran 2011/2012 yang
berjumlah 17 orang yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.
Sumber data penelitian berasal dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data dengan observasi,
wawancara dan tes. Peneliti menggunakan instrumen yang berupa lembar pengamatan
observasi, wawancara, dokumentasi hasil belajar siswa dan tes. Data yang berupa
data kualitataif (berupa nilai) dianalisis dengan menggunakan deskriptif
komparatif, sedangkan data yang berupa data kualitatif hasil wawancara
menggunakan deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari
tiap-tiap siklus. Prosedur penelitian meliputi empat tahapan yaitu tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi dan tahap refleksi.
3.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian dari jurnal ini yaitu: [33]
Peneliti melakukan perbandingan hasil evalusi siswa untuk
mengetahui seberapa banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar penjumlahan
dengan teknik menyimpan. Pada siklus pertama peneliti melakukan pembelajaran
dengan materi nama bilangan, lambang bilangan, nilai tempat dan menguraikan
bentuk panjang. Pada siklus pertama ada siswa yang mengalami kesulitan belajar
operasi penjumlahan teknik menyimpan karena belum lancar dalam membaca.
Hasil pada siklus pertama menjadikan peneliti melanjutkan
penelitian pada siklus kedua dengan melakukan penjumlahan teknik menyimpan
dengan bersusun panjang. Menurut Wahyudin (2008: 10) bahwa “Pada kanak-kanak
dan kelas I suatu himpunan dikembangkan dengan objek-objek yang nyata”. Oleh
karena itu, peneliti menambah media rak nilai tempat dalam pembelajaran.
Peneliti juga mengajarkan operasi hitung dengan cara pengelompokkan. Melihat
kekeliruan siswa yaitu belum memahami nilai tempat dan menggunakan proses yang
keliru dalam melakukan penjumlahan menyimpan dengan bersusun panjang, sesuai
dengan yang diuraikan Mulyono Abdurrahman (2003: 261) bahwa ”Anak mengalami
kesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam me-ngenal dan
menggunakan simbol-simbol dalam matematika seperti +, -, =, <, > dan lain
sebagainya”.
Peneliti melakukan siklus ketiga yaitu melakukan penjumlahan
menyimpan dengan cara bersusun pendek. Kesulitan siswa dalam mengerjakan
penjumlahan teknik menyimpan dengan bersusun pendek sesuai dengan pernyataan
Mulyono Abdurrahman (2003: 262-263) “Kekurangan pemahaman tentang simbol, nilai
tempat, penggunaan proses yang keliru, perhitungan dan tulisan yang tidak dapat
dibaca merupakan kekeliruan umum yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
tugas-tugas dalam bidang studi matematika”.
4.
Analisa
Berdasarkan
hasil penelitian di atas hal yang menimbulkan kesulitan belajar kesulitan
belajar pada operasi penjumlahan dengan teknik menyimpan yaitu pada tahap anak
kelas 1 SD anak belum memahami makna simbo-simbol dalam matematika, anak juga
belum belum lancar membaca sedangkan sebelum anak mampu dalam keterampilan
menghitung anak perlu menguasai keterampilan membaca terlebih dahulu. Anak
kelas 1 SD umumnya berusia antara 6 hingga 7 tahun. Menurut teori kognitif Jean
Piaget usia tersebut bahkan masih pada tahap praoperasional (praoperational
stage) yang berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun[34].
Dimana anak memang belum mampu mengkonservasi angka dalam tahap ini.
Maka dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar pada penelitian
di atas adalah faktor intern siswa yaitu mengenai pemahaman mengenai nilai
tempat pada instrumen operasi penjumlahan dengan tehnik menyimpan dan pemahaman
terhadap simbol-simbol matematika. Hal ini sesuai dengan pandapat Muhibbin Syah bahwa salah satu faktor intern siswa yang
menimbulkan kesulitan belajar yaitu kekurangmampuan psiko-fisik siswa yang
bersifat kognitif.[35]
Sedangkan untuk faktor ekstern pada penelitian di atas tidak ditemukan, karena
media yang dibutuhkan memang sudah sesuai tehnik yang digunakan.
JURNAL PENELITIAN KETIGA
1.
Deskripsi Identitas Penelitian
Jurnal ini disusun oleh Meizuvan Khoirul Arief, Langlang Handayani
dan Pratiwi Dwijananti, yaitu para mahasiswa jurusan Fisika Universitas Negeri
Semarng Indonesia. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang
dipublikasikan pada tahun 2012.
2.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kasus untuk mengetahui kesulitan belajar fisika siswa RSMABI
se Kota Semarang. Penelitian ini dilakukan di RSMABI Negeri se Kota Semarang
yang meliputi SMA Negeri 2 Semarang, SMA Negeri 4 Semarang.
Dalam
penelitian ini, sampel sumber data dipilih secara purposive sampling. Sampel
pada penelitian ini dipilih untuk masing-masing RSMABI adalah sebagai berikut:
(1) SMA Negeri 2 Semarang sebanyak 3 kelas, meliputi X-5, X-6, X-7, dan (2) SMA
Negeri 4 Semarang sebanyak 4 kelas, meliputi X-2, X-3, X-4, X-5. Dalam
pengambilan data angket diambil data untuk seluruh sampel yang berjumlah 224 siswa.
Namun, untuk data hasil tes uraian siswa diambil data sejumlah 60 siswa. Informasi
atau data-data dalam penelitian deskriptif diperoleh melalui dokumentasi dan
angket. Data yang diharapkan adalah dokumentasi berupa soal dan hasil tes soal
uraian siswa yang disertai langkah-langkah penyelesaiannya. Soal dianalisis dan
dikelompokkan ke dalam indikator-indikator kesulitan belajar sesuai dengan
teori yang digunakan. Hasil tes soal uraian siswa ini kemudian dianalisis dan digunakan
untuk memetakan kesulitan belajar fisika. Kumpulan data berupa skor dianalisis untuk
mengetahui persentase tingkat kesulitan belajar fisika siswa. Sedangkan, angket
yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Butir-butir pada
angket digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
siswa dalam mempelajari fisika yang dipandang dari faktor intern dari dalam diri
siswa dan faktor ekstern dari luar diri siswa.
Penskoran dalam
penelitian ini digunakan skala Likert. Pertanyaan atau pernyataan pada angket berupa
pernyataan positif dan negatif dengan skor 4,3,2,1 untuk pertanyaan atau
pernyataan positif dan 1,2,3,4 untuk pertanyaan atau pernyataan negatif.
Kumpulan data berupa skor dianalisis untuk mengetahui persentase setiap indikator,
kemudian indikator-indikator tersebut dikelompokkan ke dalam masing-masing
faktor yang memuat indikator tersebut. Skor jawaban tiap item yang dijawab
siswa merupakan data yang dianalisis untuk mengetahui faktor-faktor manakah
yang menjadi penyebab kesulitan belajar fisika pada siswa RSMABI.
3.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian berdasarkan jurnal ini yaitu: [36]
Hasil tes soal uraian siswa digunakan untuk mengetahui tingkat
kesulitan belajar fisika yang dialami siswa RSMABI. Kesulitan belajar fisika
yang dapat dialami siswa dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu
dapat dilihat pada tabel berikut:
No
|
Jenis
Kesulitan
|
Presentase
(%)
|
Kriteria
|
1
|
Kesulitan
berhitung
|
39,97
|
Rendah
|
2
|
Penguasaan
konsep
|
46,42
|
Sedang
|
3
|
Mengartikan
lambang dan mengkonservasi satuan
|
27,97
|
Rendah
|
Hal ini berarti
siswa RSMABI mengalami kesulitan belajar dalam hal penguasaan konsep. Jika
ditinjau dari data yang diperoleh, kondisi tersebut dimungkinkan terjadi. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berperan dalam menyebabkan kesulitan
belajar pada siswa. Faktor-faktor ini dapat diketahui melalui angket yang
dibagikan dan diisi oleh siswa.
Pada aspek minat
belajar menunjukkan bahwa perolehan persentase untuk indikator kebiasaan
belajar fisika sebesar 62,17% (kategori kuat menyebabkan kesulitan belajar). Diketahui
bahwa siswa kurang mempersiapkan materi sebelum mengikuti pelajaran fisika.
Pada aspek
bakat diperoleh persentase untuk indikator pemahaman terhadap fisika sebesar
76,67% (kategori cukup menyebabkan kesulitan belajar) dan kemampuan menyelesaikan
soal fisika sebesar 73,88% (kategori cukup menyebabkan kesulitan belajar). Siswa
merasa lebih lambat dalam memahami materi fisika dan menyelesaikan persoalan
fisika dibandingkan mata pelajaran yang lainnya seperti biologi dan kimia.
Pada aspek
motivasi diperoleh persentase untuk indikator perhatian terhadap pembelajaran
fisika sebesar 52,68% (kategori kuat menyebabkan kesulitan belajar) dan usaha untuk
belajar fisika sebesar 61,35% (kategori kuat menyebabkan kesulitan belajar). Jika
ada suatu materi yang tidak dimengerti siswa saat pembelajaran fisika, siswa
tidak berusaha bertanya kepada guru. Selain itu, siswa cenderung diam dan tidak
berusaha bertanya kepada temannya yang telah mengerti materi fisika yang
dijelaskan guru. Hal ini ditambah dengan kurangnya usaha siswa dalam mempelajari
materi fisika yang menggunakan bahasa Inggris karena pada RSMABI menggunakan
pembelajaran secara bilingual. Dalam hal ini ditunjukkan dengan kurangnya usaha
siswa dalam menyediakan kamus untuk membantu memahami materi fisika yang diajarkan
menggunakan bahasa Inggris. Selanjutnya, dapat ditunjukkan pula bahwa siswa
kurang memperhatikan ketika guru mengajarkan materi fisika di kelas.
Pada aspek
intelegensi diperoleh persentase untuk indikator kecakapan dalam menyelesaikan
persoalan fisika sebesar 74,61% (kategori cukup menyebabkan kesulitan belajar),
penguasaan bahasa Inggris sebesar 63,43% (kategori cukup menyebabkan kesulitan belajar),
dan intensitas mengikuti remidi sebesar 74,33%. Siswa
merasa mengalami kesulitan dan tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan fisika.
Selain itu, siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi fisika yang disampaikan
secara bilingual. Selanjutnya, dari angket diperoleh data bahwa siswa sering mengikuti
remidi setiap diadakan evaluasi dalam pembelajaran fisika.
Aspek guru
tidak boleh dilepaskan dalam fenomena kesulitan belajar fisika yang dialami
siswa khususnya dalam hal penguasaan konsep. Pada aspek ini diperoleh
persentase untuk indikator penggunaan metode belajar sebesar 56,40% (kategori
kuat menyebabkan kesulitan belajar) dan penggunaan alat peraga sebesar 56,92%
(kategori kuat menyebabkan kesulitan belajar). Metode
yang digunakan guru tidak bervariasi dan cenderung menggunakan metode ceramah. Selain
itu, guru masih kurang dalam menggunakan laboratorium dalam kegiatan pembelajaran
fisika. Selanjutnya, guru masih kurang dalam menggunakan alat peraga baik itu langsung
maupun tidak langsung yang dapat ditampilkan melalui LCD.
Pada aspek
aktivitas diperoleh persentase untuk indikator keaktifan berorganisasi sebesar
50,78% (kategori kuat menyebabkan kesulitan belajar) dan manajemen waktu
belajar sebesar 57,70% (kategori kuat menyebabkan kesulitan belajar). Siswa
aktif mengikuti kegiatan keorganisasian dan hal ini berimbas pada tidak teraturnya
jadwal dalam belajar fisika.
Kesulitan
belajar fisika pada siswa harus segera diatasi. Kesulitan belajar fisika yang berkelanjutan
menyebabkan siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika selanjutnya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah melakukan diagnosis yang
bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan penyebab kesulitan belajar. Untuk
mendiagnosa kesulitan belajar, guru dapat menduga ketika pembelajaran di kelas.
Apabila siswa tidak mampu memahami konsep yang baru diajarkan dan siswa terus
menerus meminta guru mengulangi dalam menjelaskan suatu konsep maka siswa dapat
dikatakan mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep atau penjelasan guru
masih sulit dipahami. Setelah penyebab kesulitan diketahui, maka perlu
direncanakan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah belajar ini.
4.
Analisa
Berdasarkan hasil penelitian di atas, beberapa faktor yang saling berperan
dalam menyebabkan kesulitan belajar pada siswa yaitu; pertama aspek
minat belajar pada indikator kebiasaan belajar fisika memilki pengaruh kuat
yang menyebabkan kesulitan belajar. Karena ketika siswa memiliki minat belajar
rendah ia akan menggunakan sedikit waktunya untuk mempelajarinya.
Kedua aspek bakat
pada indikator pemahaman terhadap fisika memiliki cukup pengaruh menyebabkan
kesulitan belajar dan kemampuan menyelesaikan soal fisika memilki cukup
pengaruh menyebabkan kesulitan belajar. Karena pemahaman yang rendah yang menyebabkan kemampuan
menyelesaikan soal yang rendah pula akan berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Tingkat pemahaman siswa dapat diukur melaui kemampuan menyelesaikan soal
yang dimanestifikasikan berupa nilai.
Ketiga aspek motivasi pada indikator perhatian terhadap pembelajaran fisika
memiliki pengaruh kuat menyebabkan kesulitan belajar dan usaha untuk belajar
fisika memiliki pengaruh kuat menyebabkan kesulitan belajar. Motivasi sangat berperan penting dalam proses belajar siswa, karena
merupakan dorongan bagi siswa untuk belajar. Motivasi sebagai pendorong
perbuatan, sesuatu yang akan dicari untuk memuaskan rasa ingin tahunya dari
sesuatu yang akan dipelajari.[37]
Motivasi memiliki pengaruh terhadap pembelajaran siswa yaitu meningkatkan usaha
dan energi.[38]
Ketika motivasi rendah maka hasil dari proses belajar siswa akan tidak optimal.
Keempat aspek intelegensi pada indikator kecakapan dalam menyelesaikan persoalan
fisika memiliki cukup pengaruh menyebabkan kesulitan belajar, penguasaan bahasa
Inggris memiliki pengaruh menyebabkan kesulitan belajar, dan intensitas
mengikuti remidi memiliki pengaruh kuat menyebabkan kesulitan belajar. Kapasitas intelegensi berpengaruh pada proses penerimaan materi
belajar oleh siswa. Intelegensi merupakan faktor intern siswa yang bersifat
kognitif. Sebgaimana kutipan Muhibbin Syah bahwa faktor intern siswa meliputi
gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni yang bersifat kognitif,
seperti rendahnya kapasitas intelegensi siswa, yang
bersifat afektif, seperti labilnya emosi dan sikap, yang bersifat psikomotor,
seperti
terganggunya alat-alat indra penglihatan danpendengaran.[39]
Kelima aspek guru pada indikator penggunaan metode belajar memiliki pengaruh kuat
menyebabkan kesulitan belajar dan penggunaan alat peraga memiliki pengaruh kuat
menyebabkan kesulitan belajar. Perlunya kreativitas guru dalam memilih metode
dan menggunakan media pendukung, karena hal ini akan berpengaruh pada
efektivitas proses pembelajaran.
Keenam aspek aktivitas pada indikator keaktifan berorganisasi sebesar memiliki
pengaruh kuat menyebabkan kesulitan belajar dan manajemen waktu belajar
memiliki pengaruh kuat menyebabkan kesulitan belajar. Seorang siswa yang aktif berorganisasi tetapi tidak diimbangi
dengan manajemen waktu yang baik, maka akan menyita waktu yang semestinya untuk
belajar digunakan untuk kesibukan berorganisasi.
Cara untuk mengatasi kesulitan belajar yaitu melakukan diagnosis
yang bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan penyebab kesulitan belajar. Setelah
penyebab kesulitan diketahui, maka perlu direncanakan tindakan yang tepat untuk
mengatasi masalah belajar ini. Prosedur
atau langkah-langkah melaksanakan diagnosis kesulitan belajar yaitu; 1) mengidentifikasi
peserta didik yang diperkirakan mengalami kesulitan, belajar, 2) melokasisasi letak
kesulitan belajar, 3) menentukan faktor penyebab kesulitan belajar, 4) memperkirakan
alternatif bantuan, 5) menetapkan kemungkinan cara mengatasinya, 6) tindak
lanjut.[40]
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
1.
Banyak
definisi tentang kesulitan belajar tetapi secara umum dapat dikemukakan empat
kriteria :
a.
Kemungkinan
adanya disfungsi otak
b.
Kesulitan
dalam tugas-tugas akademik
c.
Prestasi
belajar yang rendah jauh dibawah kapasitas intelegensi yang dimiliki
d.
Tidak
memasukkan sebab-sebab lain seperti gangguan emosional, hambatan sensoris, ketidak
tepatan pembelajaran atau karena kemiskinan budaya.
2. Secara garis besar kesulitan belajar dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu kesulitan belajar yang berhubungan
dengan perkembangan dan kesulitan belajar akademik. Kesulitan belajar juga dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Namun jika dilihat secara
detail akan menemukan berbagai faktor dan sumber yang juga sangat bervariasi
dalam unsur dan aspeknya.
3. Adanya diagnosis dalam kesulitan belajar, seorang
guru agar bisa mengidentifikasi, memberikan solusi, langkah serta penanganan
yang tepat terhadap kesulitan belajar, sehingga kesulitan yang dialami oleh
siswa dapat teratasi dan mampu mendongkrak prestasi belajarnya.
4. Mengatasi kesulitan belajar,
tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor kesulitan belajar, karena keduanya saling berkaitan. Dan cara
penanggulangannya harus tepat, berjenjang dan terus menerus. Agar mendapat
hasil yang maksimal dalam proses belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1998. Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2008. Psikologi
Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Desmita.
2013. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Elis
Ormrod, Jeanne. 2009. Psikologi Pendidikan, Membangun Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta: Erlangga
Hamalik,
Oemar. 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Purwanto,
Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Syah,
Muhibbin. 2013. Psikologi Belajar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Sugihartiono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta. UNY Press.
Syamsudin Makmun, Abin. 2009. Psikologi
Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Tadjab. 1994. Ilmu
Jiwa Pendidikan. Surabaya.
Karya Abditama.
http : // www.psikologizone.com / macam – kesulitan – belajar – siswa /065111779 diakses pada hari Kamis 26 Maret 2015.
http : // makalahinyong.blogspot.com / 2014 / 01 / makalah – cara – mengatasi –kesulitan .html diakses pada hari Kamis 26 Maret 2015.
http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_bahasa/article/viewFile/355/149,
diakses pada hari Selasa 12 Mei 2015.
http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdkebumen/article/download/304/163,
diakses pada hari Selasa 12 Mei 2015.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej/article/viewFile/1354/1331,
diakses pada hari Selasa 12 Mei 2015.
[1] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi
Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1998), h. 6.
[3] Definisi kesulitan belajar pertama kali
dikemukakan oleh The United States Office of Education (USOE) pada tahun
1977 yang dikenal dengan Public Law (PL) 94-142, yang hampir identik
dengan definisi yang dikemukakan oleh The National Advisory Committee on
Handicapped Children pada tahun 1967.
[8]http : // www.psikologizone.com / macam - kesulitan - belajar - siswa / 065111779 diakses pada hari Kamis 26 Maret 2015.
[10] Perhatian selektif ialah kemampuan untuk
memilih salah satu diantara sejumlah rangsangan seperti rangsangan auditif,
taktil, visual, dan kinestetik yang mengenai manusia setiap saat.
[11] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis
dan Praktis, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007),
hlm. 89.
[15] Deprivasi lingkungan yaitu pengaruh-pengaruh
psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.
[18] Ada dua tipe diagnosis, 1. Diagnosis
etiologis yaitu giagnosis yang bertujuan untuk mengetahui sumber penyebab
orisinal dari kesulitan belajar. 2. Diagnosis terapetik yaitu diagnosis yang
berkaitan langsung dengan kondisi anak pada saat sekarang dan sangat bermanfaat
untuk menyusun program pengajaran remedial.
[19] Abin Syamsudin Makmun, Psikologi
Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2009), h. 307.
[22]
Abin
Syamsudin Makmun, Op.Cit., h. 315-316.
[25] http://makalahinyong.blogspot.com/2014/01/makalah-cara-mengatasi-kesulitan.html diakses pada hari Kamis 26 Maret 2015.
[26]http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_bahasa/article/viewFile/355/149,
diakses pada hari Selasa 12 Mei 2015.
[27] Mulyono
Abdurrahman, Op. Cit., h. 7-8.
[28] Muhibbin Syah,
Op. Cit., h.173.
[29] Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h. 153.
[30] Ibid.,
h. 155.
[31] Oemar Hamalik,
Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009)
h. 181.
[33] http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdkebumen/article/download/304/163,
diakses pada hari Selasa 12 Mei 2015.
[34] Desmita, Psikologi
Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 130.
[35] Muhibbin Syah,
Op. Cit., h. 173.
[36] http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej/article/viewFile/1354/1331,
diakses pada hari Selasa 12 Mei 2015.
[37] Syaiful Bahri
Djamarah, Op. Cit., h. 157.
[38] Jeanne Elis
Ormrod, Psikologi Pendidikan, Membangun Siswa Tumbuh dan Berkembang,
(Jakarta: Erlangga, 2009), h. 59.
[39] Muhibbin Syah,
Op. Cit., h. 5.
Kalian harus baca nih Pinjaman Terbaik
ReplyDelete