TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi
Perkembangan
Dosen Pengampu: Farida Ulyani,
M. Pd.
Oleh:
Kelompok
5
Kelas
PAI-F2
Naila
Shifwah :
1310110213
Zuhrotun
Nafisah :
1310110217
Rani
Setyaningrum :
1310110223
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap individu memiliki periode perkembangan dan pertumbuhan
menuju ke arah otonomi (kemandirian). Untuk
mencapai perkembangan tersebut, setiap individu harus melewati tugas-
tugas perkembangan pada setiap fase
perkembangannya. Keberhasilan individu
dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya akan menimbulkan kebahagiaan
dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan
pada fase selanjutnya.
Dalam mengembangkan tugas-tugas perkembangan, sekolah mempunyai
peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak. Sekolah mempunyai tanggung jawab penting dalam membantu para
siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.
Berdasarkan ilustrasi tersebut maka dalam makalah ini kami akan
memaparkan mengenai tugas-tugas perekembangan yang meliputi pengertian dan
sumber tugas perekembangan, tugas-tugas perkembangan pada setiap fase dan peran
sekolah dalam mengembangkan tugas perkembangan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan di atas maka dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu:
1.
Apa
pengertian dan sumber tugas perkembangan?
2.
Bagaimana
tugas-tugas perkembangan pada setiap fase?
3.
Bagaimana
peranan sekolah dalam mengembangkan tugas perkembangan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Sumber Tugas Perkembangan
Setiap
individu tumbuh dan berkembang selama perjalanan kehidupannya melalui beberapa
periode atau fase-fase perkembangan. Setiap fase perkembangan mempunyai
serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesasikan dengan baik oleh setiap
individu. Sebab kegagalan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase
tertentu berakibat tidak baik pada kehidupan fase berikutnya. Sebaliknya
keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu
akan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.[1]
RJ. Havighurst
mengistilahkan tugas-tugas perkembangan dengan developmental task yaitu
suatu tugas yang timbul pada suatu
periode atau masa tertentu dalam kehidupan seseorang.[2] Tugas
tersebut muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu. Apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas
perkembangan berikutnya. Apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan
pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masayarakat, dan
kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan berikutnya.
Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau
keterampilan yang seyogyanya dimiliki
oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Hurlock (1981)
mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan social expectations
(harapan-harapan sosial-masayarakat). Dalam arti setiap kelompok budaya
mengharapkan para anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan
memperoleh pola perilaku yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang
kehidupan. [3]
Munculnya
tugas-tugas perkembangan bersumber pada faktor-faktor berikut:
1.
Kematangan
fisik, misalnya belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki.
2.
Tuntutan
masyarakat secara kultural, misalnya belajar membaca, belajar berhitung dan
belajar berorganisasi.
3.
Tuntutan
dari dorongan dan cita-cita individu itu sendiri, misalnya memilih pekerjaan
dan memilih teman hidup.
4.
Tuntutan
norma agama, misalnya taat beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada
sesama manusia.[4]
Tugas-tugas perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang sangat
bermanfaat bagi individu dalam menyelesaikan
tugas perkembangan, yaitu sebagai berikut:
1.
Sebagai
petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masayarakat dari
mereka pada usia-usia tertentu.
2.
Memberikan
motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan oleh
kelompok sosia pada usia tertentu sepanjang kehidupannya.
3.
Menunjukkan
setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang
diharapkan dari mereka jika nantinya akan memasuki tingkat perkembangan
berikutnya.[5]
Tugas-tugas
perkembangan ada yang diselesaikan dengan baik, ada juga yang mengalami
hambatan. Tidak dapat deselesaikannya dengan baik suatu tugas perkembangan
menjadi suatu bahaya potensial. Setidaknya ada tiga macam bahaya potensial yang
menjadi penghambat penyelesaian tugas perkembangan, yaitu sebagai berikut:
1.
Harapan-harapan
yang kurang tepat, baik individu maupun lingkungan sosial mengharapkan perilaku
di luar kemampuan fisik maupun psikologis.
2.
Melangkahi
tahap-tahap tertentu dalam perkembangan sebagai akibat kegagalan menguasai
tugas-tugas tertentu.
3.
Adanya
krisis yang dialami individu karena melewati satu tingkatan ke tingkatan yang
lain.[6]
B.
Tugas-Tugas Perkembangan
Tugas-tugas
perkembangan beberapa dianataranya muncul sebagai akibat kematangan fisik,
sedangkan yang lain berkembang karena adanya aspirasi budaya, sementara yang
lain lagi yaitu karena nilai-nilai dan aspirasi individu.
Tugas-tugas
perkembangan bagi setiap fase perkembangan dalam rentang kehidupan individu
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Tugas
Perkembangan Usia Bayi dan Kanak-Kanak (0,0-6,0 tahun)
a.
Belajar
berjalan.
b.
Belajar
memakan makanan padat.
c.
Belajar
berbicara.
d.
Belajar
buang air kecil dan buang air besar (toilet training).
e.
Belajar
mengenal perbedaan jenis kelamin.
f.
Mencapai
kestabilan jasmaniah fisiologis.
g.
Belajar
memahami konsep-konsep sederhana tentang kehidupan sosial dan alam.
h.
Belajar
melakukan hubungan emosioanal dengan orang tua, saudara, dan orang lain.
i.
Belajar
mengenal konsep baik dan buruk (mengembangkan kata hati).
j.
Mengenal
konsep norma atau ajaran agama secara sederhana.[7]
2.
Tugas
Perkembangan Usia Sekolah Dasar (7,0 – 12 tahun)
a.
Belajar
memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
b.
Belajar
membentuk sikap positif, yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologi (dapat merawat kersihan dan kesehatan diri).
c.
Belajar
bergaul dengan teman sebaya.
d.
Belajar
memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
e.
Belajar
keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
f.
Belajar
mengembangkan konsep (agama, ilmu pengetahuan, adat istiadat) sehari-hari.
g.
Belajar
mengembangkan kata hati (pemahaman tentang benar-salah, baik-buruk).
h.
Belajar
memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi (bersikap mandiri).
i.
Belajar
mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan sosial.
j.
Mengenal
dan mengamalkan ajaran agama sehari-hari.[8]
3.
Tugas
Perkembangan Usia Remaja (13-19 tahun)
a.
Menerima
fisiknya sendiri berikut kualitas keragamannya.
b.
Mencapaikemandirian
emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.
c.
Menegembangkan
keterampilan komunikasi interpersonal.
d.
Mampu
bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar.
e.
Menemukan
manusia model yang dijadikan pusat identifikasinya.
f.
Menerima
dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.
g.
Memperoleh
self-control (kemampuan mengendalikan sendiri) atas dasar skala nilai,
prinsip-prinsip atau falsafah hidup.
h.
Mampu
meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri yang kekanak-kanakan.
i.
Bertingkah
laku yang bertanggung jawab secara sosial.
j.
Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga Negara.
k.
Memilih
dan mempersiapkan karir (pekerjaan).
l.
Memilki
sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga.
m.
Mengamalkan
ajaran agama yang dianutnya.[9]
Tugas-tugas
perkembangan fase remaja sangat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya yaitu
fase operasional formal. Kematangan pencapaian kognitif akan sangat membantu
kempamuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik.[10]
Tahap ini memungkinkan remaja mampu berpikir secra lebih abstrak, menguji
hipoteis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada
sekadar melihat apa adanya. Untuk dapat
memenuhi dan melaksanakan tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif
remaja. Kemmapuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya.
4.
Tugas
Perkembangan Usia Dewasa Awal (20-40 tahun)
a.
Mengembangkan
sikap wawasan dan pengamalan nilai-nilai agama.
b.
Memperoleh
atau memulai memasuki pekerjaan.
c.
Memilih
pasangan hidup.
d.
Mulai
memasuki pernikahan dan hidup berkeluarga.
e.
Mengasuh,
merawat dan mendidik anak.
f.
Meneglola
hidup rumah tangga.
g.
Memperoleh
kemampuan dan kemantapan karir.
h.
Mengambil
tanggung jawab atau peran sebagai warga masyarakat.
i.
Mencari
kelompok sosial (kolega) yan menyenangkan.[11]
5.
Tugas
Perkembangan Usia Dewasa Madya (40-60 tahun)
a.
Memanatapkan
pemahaman dan pengamalan nila-nilai agama.
b.
Mencapai
tanggung jawab sosial sebgai warga Negara.
c.
Membantu
anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan bahagia.
d.
Menerima
dan menyesuaiakan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek
fisik.
e.
Memantapakan
keharmonisan hidup berkeluarga.
f.
Mencapai
dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir.
g.
Memantapkan
peran-perannya sebgai orang dewasa, baik di lingkungan kerja maupun masyarakat.[12]
6.
Tugas
Perkembangan Usia Dewasa Tua (Lansia: 60 tahun-mati)
a.
Lebih
memantapkan diri dalam mengamalakan ajaran agama.
b.
Mampu
menyesuaikan diri dengan menurunnya kemapauan dan kesehatan fisik.
c.
Dapat
menyesuaikan diri dengan masa pensiun (jika pegawai negeri) dan berkurangnya income,
penghasilan keluarga.
d.
Dapat
menysesuaiakan diri dengan kematian pasangan.
e.
Membentuk
huungan dengan orang lain yang seusianya.
f.
Memantapkan
hubungan yang lebih harmonis dengan anggota keluarga (istri, anak, menantu,
cucu dan saudara).[13]
C.
Peranan Sekolah dalam Mengembangkan Tugas Perkembangan
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program
bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu
mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual,
intelektual, emosional, maupun sosial.[14]
Menurut
Havighurst (1961: 5) sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting
dalam membantu para siswa mencapai tugas
perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini sekolah seyogyanya berupaya untuk
menciptakan ikilm yang kondusif, atau
kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.[15]
Alasan mengapa sekolah memainkan peranan yang
berarti bagi perkembangan anak yaitu anak-anak menghabiskan kurang lebih 10.000
jam waktunya di ruang kelas dan mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun di
sekolah sebagai anggota suat masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah
tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku,
perasaan dan sikap mereka.
Menurut Seifert
dan Hoffnung (1994), sekolah mempengaruhi perkembangan anak melalui dua
kurikulum, yaitu academic curriculum dan hidden curriculum. Academic
curriculum meliputi sejumlah
kewajiban yang diharapkan dikuasai oleh anak. Ia membantu anak memperoleh
pengetauan akademis dan kemampuan intelektual yang dibutuhkan untuk
keberhasilan berpartisispasi dalam masyarakat. Hidden curriculum
meliputi sejumlah norma, harapan dan penghargaan yang implisit untuk dipikirkan
dan dilaksanakan dengan cara-cara tertentu yang disampaikan melalui hubungan
sosial sekolah dan otoritas, khususnya yang berkenaan dengan peran sosial
guru-siswa dan perilaku yang diharapakan oleh masyarakat.[16]
Secara khusus
peran sekolah dalam fase kanak-kanak dan remaja dijelaskan sebagai berikut.
Pada masa kanak-kanak, dimana penguasaan tugas-tugas perkembangan tidak lagi
sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua seperti tahun-tahun prasekolah.
Penguasaan tersebut menjadi tanggung jawab guru dan sebagian kecil juga menjadi
tanggung jawab kelompok teman-teman. Misalnya, pengembangan keterampilan dasar
seperti membaca, menulis, berhitung dan pengembanagan sikap mental terhadap
kelompok sosial dan lembanga-lembaga merupakan tanggung jawab guru dan orang
tua.[17]
Kemudian pada
masa remaja, sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan keterampilan
intelektual dan konsep penting bagi kecakapan sosial. Namun, hanya sedikit
remaja yang mampu menggunakan keterampilan dan konsep ini dalam situasi
praktis. Mereka yang aktif dalam berbagai aktif ekstra kulikuler menguasai
praktek demikian, namun mereka yang tidak aktif karena harus bekerja setelah
sekolah atau karena tidak diterima oleh teman-teman, tidak memperoleh
kesempatan ini. Sekolah dan pendidikan
tinggi juga mencoba untuk membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai
dewasa, orang tua berperan banyak dalam perkembangan ini.[18]
Upaya sekolah
untuk memfasilitasi tugas-tugas perkembangan siswa, akan berjalan dengan baik
apabila di sekolah tersebut telah tercipta iklim atau atmosfir yang sehat atau
efektif, baik yang menyangkut aspek manajemennya, maupun profesionalisme para
personelnya.
Menurut David
W. Johnson sekolah yang efektif dapat didefinisikan melalui pengukuran tentang:
1.
Biaya
pendidikan bagi setiap siswa untuk mencapai tingkat kompetensi atau sosialisasi
pendidikan tertentu.
2.
Motivasi
atau semangat para personel sekoah dan siswa.
3.
Kemampuan
sekolah untuk memiliki personel fasilitas material dan siswa yang baik.
4.
Kemampuan
sekoah untuk menempatkan para lulusannya ke sekolah lanjutan (perguruan tinggi)
atau dunia kerja.[19]
Jadi sekolah
yang efektif yaitu sekolah yang memajukan, meningkatkan dan mengembangkan
prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan santun, sikap positif terhadap
belajar, rendahnya angka absen siswa, dan memberikan keterampilan-keterampilan
yang memungkinkan siswa dapat bekerja. Sedangkan sekolah yang sehat didefinisikan
sebagai kemampuan sekolah untuk berkembang dan berubah dalam cara-cara yang
produktif.[20]
Berbicara peran
sekolah maka tidak terlepas dari sosok yang menjadi kunci yaitu guru. Dalam
situasi sosial apapun guru tetap dinillai oleh masyarakat sebagai pemberi
inspirasi, penggerak, dan pelatih dalam penguasaan kecakapan tertentu bagi
sesama, khususnya bagi siswa agar mereka siap untuk membangun hidup beserta
lingkungan sosialnya. Guru yang semakin bermutu, maka semakin besar
sumbangannya bagi pekembangan diri siswanya dan perkembangan masyarakatnya.[21]
Kegagalan mencapai
tugas-tugas perkembangan akan melahirkan perilaku yang menyimpang (delinquency)
atau situasi kehidupan yang tidak bahagia. Penyimpangan perilaku yang dialami
individu sebagai dampak dari tidak tertuntasnya tugas-tugas perkembangan akan
bervariasi sesuai dengan fase perkembangannya.
Penyimpangan
perilaku yang dialami anak usia sekolah dasar diantaranya adalah (1) suka
membolos dari sekolah, (2) malas belajar, dan (3) keras kepala. Sedangkan pada usia
remaja diantaranya adalah (1) suka mengisolir diri meminum minuman keras, (2)
mengkonsusmsi obat-obat terlarang atau narkoba, (3) tawuran, (4) malas belajar,
dan (5) kurang bersikap hormat kepada
orang tua dan orang dewasa lainnya.
Masa belajar di
sekolah atau perguruan tinggi merupakan masa transisi sebagai proses untuk
mencapai kematangan, dan masa persiapan untuk mencapai kehidupan dewasa yang
berarti. Dalam hal ini sekolah mempunyai peranan yang penting dalam membantu
siswa untuk mencapai taraf perkembangan, melaui penuntasan atau pencapaian
tugas-tugas perkembangan secara optimal.[22]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1.
Tugas
perkembangan yaitu suatu tugas yang timbul
pada suatu periode tertentu dalam rentang kehidupan individu. Tugas perkembangan bersumber dari
kematangan fisik, tuntutan masayarakat secara kultural, tuntutan dari dorongan
dan cita-cita individu, dan tuntutan norma agama.
2.
Tugas
perkembangan yaitu dimulai dari fase usia bayi dan kanak-kanak, usia sekolah
dasar (7,0 – 12 tahun), usia remaja (13-19 tahun), usia dewasa awal (20-40
tahun), usia dewasa madya (40-60 tahun), dan usia dewasa tua (lansia: 60
tahun-mati).
3.
Sekolah
mempengaruhi perkembangan anak melalui dua kurikulum, yaitu academic
curriculum dan hidden curriculum. Berbicara peran sekolah maka tidak
terlepas dari sosok guru. Dalam situasi sosial apapun guru tetap dinillai
sebagai pemberi inspirasi, penggerak, dan pelatih dalam penguasaan kecakapan
tertentu bagi siswa agar mereka siap untuk membangun hidup beserta lingkungan
sosialnya.
B.
Penutup
Demikian
makalah ini kami susun, kami menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami senantiasa mengharapkan kontribusi konstruktif
dari para pembaca dalam bentuk saran maupun kritik yang konstruktif demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, kami berharap agar makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2005. Psikologi Remaja
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Agustiani, Hendriani. 2006. Psikologi Perkembangan: Pendekatan
Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian pada Remaja. Bandung: Refika
Aditama.
Desmita. 2013. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Pscycology A Life Span
Approach, Fifth Edition. Jakarta: Erlangga.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha
Nasional.
Yusuf, Syamsu.
2000. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu
dan A. Juntika Nurihsan. 2010. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1] Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi
Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), hlm.
164.
[2] Andi Mappiare,
Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 95.
[3] Syamsu Yusuf
dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 196.
[4] Ibid.,
hlm. 197.
[5] Mohammad Ali
dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja ..., hlm. 164.
[6] Ibid.,
hlm. 165.
[7] Syamsu Yusuf
dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan ..., hlm. 197.
[8] Ibid.,
hlm. 197-198.
[9] Ibid.,
hlm. 198-199.
[10] Mohammad Ali
dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja ..., hlm.10.
[11] Syamsu Yusuf
dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan ..., hlm. 199.
[12] Ibid.
[13] Ibid.,
hlm. 199-200.
[14] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 95.
[15] Ibid.,
hlm. 185.
[16] Desmita, Psikologi
Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 187-188.
[17] Elizabeth B.
Hurlock, Developmental Pscycology A Life Span Approach, Fifth Edition,
(Jakarta: Erlangga, 1980), hlm. 148.
[18] Ibid.,
hlm. 209-210.
[19] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak..., hlm. 55.
[20] Syamsu Yusuf
dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan ..., hlm. 190.
[21] Hendriani
Agustiani, Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan
Konsep Diri dan Penyesuaian pada Remaja, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
hlm. 88.
[22] Ibid.,
hlm. 200.
No comments:
Post a Comment