PERAN GURU DAN TANTANGANNYA DALAM
GLOBALISASI
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Sosiologi Pendidikan
Dosen
Pengampu: Nafiul Lubab, M.S.I

Disusun Oleh:
Kelas
F2-PAI
Kelompok
8
Naila Shifwah 1310110213
Dini Fatmawati 1310110214
JURUSAN
TARBIYAH/ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami jauh
yang kita harapkan. Masalah dalam dunia pendidikan di Negara ini sangat
bermacam-macam, meliputi hubungan system pendidikan dengan aspek-aspek lain
dalam masyarakat, hubungan antar manusia di dalam sekolah, pengaruh sekolah
terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak sekolah dan lembaga pendidikan
dalam masyarakat.
Dilihat dari objek penyelidikannya sosiologi
pendidikan adalah bagian dari ilmu sosial terutama sosiologi dan ilmu
pendidikan yang secara umum juga merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan telah memiliki lapangan penyelidikan, sudut
pandang, metode dan susunan pengetahuan yang jelas.
Dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat tidak pernah terlepas dari seorang guru. Guru memegang
kedudukan dan peranan yang strategis terutama dalam upaya membentuk watak
bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari
dimensi tersebut kedudukan dan peranan guru sulit digantikan oleh orang lain.
Globalisasi telah mengubah cara hidup manusia
sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga bangsa. Tidak
seorangpun yang dapat menghindari dari arus globalisasi. Setiap individu
dihadapkan pada dua pilihan, yakni dia menempatkan dirinya dan berperan sebagai
pemain dalam arus perubahan globalisasi, atau dia menjadi korban dan terseret
derasnya arus globalisasi. Arus globalisasi juga masuk dalam wilayah pendidikan
dengan berbagai implikasi dan dampaknya, baik positif maupun negatif. Dalam
konteks ini peranan guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan sangat berperan. Untuk itu,
para guru dan calon guru harus paham dan dibekali sosiologi pendidikan serta
terampil mengoperasionalkan dalam kegiatan pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian guru dan sosiologi pendidikan?
2.
Apa
peran guru dalam sosiologi pendidikan?
3.
Bagaimana
sikap guru dalam menghadapi tantangan globalisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Guru dan Sosiologi Pendidikan
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan
anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan pada diri setiap
anak didik. Tidak ada seorang guru yang mengharapkan anak didiknya menjadi
sampah masyarakat. Untuk itulah guru
dituntut memiliki dedikasi dan loyalitas dalam membimbing dan membina anak
didik agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.[1]
Sedangkan dalam pandangan masyarakat Jawa, pendidik atau guru
memiliki posisi yang sangat terhormat. Masyarakat Jawa menyebut istilah guru
berasal dari kata digugu lan ditiru. Kata digugu (dipercaya)
mengandung maksud bahwa guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai sehingga ia memiliki
wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Sedangkan, kata ditiru
(diikuti) menyimpan makna bahwa guru merupakan sosok manusia yang memiliki
kepribadian yang utuh sehingga tindak tanduknya patut dijadikan panutan oleh
peserta didik dan masyarakat.[2]
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah
seseorang yang melakukan usaha secara sadar terhadap pengembangan potensi
peserta didik agar lebih baik, sehingga menjadi manusia yang utuh.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution, M.A., sosiologi pendidikan adalah
ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan
untuk mengembangkan perkembangan individu agar lebih baik.[3]
Sedangkan menurut Dictionary of Sosiology, sosiologi pendidikan adalah
sosiologi yag diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang
fundamental. [4]
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan
adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, dan aspek-aspek lainnya
yang berkaitan dengan pendidikan secara mendalam melalui analisa atau
pendekatan sosiologis.
Guru di dalam kaca mata sosiologi merupakan sosok yang menjadi
anutan bagi masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh siswa di ruang kelas,
tetapi juga oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam
permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masayarakat
memposisikan guru di tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yaitu di
depan memberi suri tauladan (ing ngarso sung tulada), di tengah-tengah
membangun (ing madya mangun karsa) dan dan di belakang memberikan
dorongan atau motivasi (tut wuri handayani).
B.
Peran Guru dalam Sosiologi Pendidikan
1.
Peran Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Seorang disebut guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu
mengajar. Peranan ini benar-benar peranan sosial, fungsi sosialnya tidak dapat
diragukan. Fungsi guru juga disebut jabatan guru atau tugas guru karena si
pemangku menerima tugas itu dari insatasi yang berwenang melalui surat (dan
upacara) pengangkatan.[5]
Selain sebagai actor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa
fungsi dan tugas seorang guru, antara lain:
a.
Edukator
(pendidik)
Tugas seorang guru adalah mendidik siswa sesuai dengan materi
pelajaran yang diberikan. Syarat utama sebagai seorang edukator adalah guru
harus mempunyai ilmu.[6]
Jadi guru berperan menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan
masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan dan dikembangkan.[7] Di
sini guru juga menjadi tokoh panutan bagi peserta didik dan lingkungannya.
Sehingga guru sebagai pendidik harus mengetahui dan memahami nilai dan norma.
b.
Leader
(pemimpin)
Guru juga berperan sebagai pemimpin kelas. Oleh karena itu, ia
harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya
tujuan pembelajaran yang berkualitas.[8] Selain
itu guru juga harus bersikap terbuka, demokratis, dan menghindari cara-cara
kekerasan.
c.
Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru memfasilitasi murid untuk menentukan dan
mengembangkan murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya.[9] Untuk
melaksanakannya guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi
untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
d.
Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek
dinamis yang sangat penting. Sebagai seorang motivator, seorang guru harus
mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun
latar belakang kehidupannya.[10] Siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan
kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk
belajar dalam dirinya. Oleh sebab itu, guru dituntut kreatif dalam
membangkitkan motivasi belajar siswa.
e.
Evaluator
Dalam dunia pendidikan setiap jenis atau bentuk pendidikan pada
waktu-waktu tertentu akan diadakan evaluasi, artinya seseorang guru mengadakan
penilaian terhadap hasil yang telah dicapai.[11] Penilaian dilakukan agar guru dapat mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
keefektifan metode mengajar.
Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahannya. Maka
dari itu harus ada pembenahan . dalam mengevaluasi guru bisa menggunakan cara
dengan merenungkan proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan
kelebihan, atau dengan cara objektif, meminta pendapat orang lain, missal
kepala sekolah, guru-guru yang lain atau bahkan murid-muridnya.[12]
2. Peran Guru dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat
berperan sebagai berikut:
a. Pengambilan inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan pendidikan.
b. Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi
anggota suatu masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan
masyarakat dalam arti yang baik.
c. Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk
mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa pengetahuan.
d. Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu kedisiplinan.
e. Pelaksana administrasi pendidikan, di samping mengajar guru bertanggung
jawab akan kelancaran jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan
kegiatan administrasi.[13]
3. Peran Guru sebagai Pribadi
Sebagai orang yang berkecimpung di dunia
pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.
Guru harus menjadi idola para siswanya, sekaligus menjadi panutan bagi
lingkungan sekitarnya.
Dilihat dari segi dirinya sendiri (self oriented), seorang guru
harus berperan sebagai berikut:
a.
Petugas
sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam
kegiatan masyarakat guru merupakan orang yang ditugaskan yang dapat dipercaya
untuk berpartisipasi di dalamnya.
b.
Pelajar
dan ilmuwan, yaitu senantiasa terus-menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan
cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan.
c.
Orang
tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anakya. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah
merupakan keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswanya.
d.
Pencari
teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk siswa. Guru
menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku.[14]
4. Peran Guru sebagai Psikologis
Peran guru secara psikologis, guru
dipandang sebagai berikut:
a.
Ahli
psikologis pendidikan, yaitu petugas psikologi dalam pendidikan, yang
melaksanakan tugasnya atas dasar prinsip-prinsip psikologi.
b.
Seniman
dalam hubungan antar manusia (artist in human relation), yaitu orang
yang mampu membuat hubungan antarmanusia untuk tujuan tertentu, dengan
menggunakan tehnik tertentu, khusunya dalam kegiatan pendidikan.
c.
Catalytc agent, yaitu orang
yang memilki pengaruh dalam menimbulkan pembaharuan. Sering pula peranan ini
disebut sebagai inovator (pembaharu). Guru
menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakana bagi
peserta didik. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang
berharga ini ke dalam istilah atau bahasa modern yang akan diterima oleh
peserta didik.
d.
Petugas
kesehatan mental (mental hygiene worker) yang bertangggung jawab
terhadap pembinaan kesehatan mental khusunya kesehatan mental siswa. [15]
Dalam melakukan
perannya di atas seorang guru harus melandasinya dengan tanggung jawab yang
besar pada dirinya, tanggung jawab yang tidak didasari oleh kebutuhan financial
belaka tetapi tanggung jawab peradaban yang besar bagi kemajuan negeri.
C.
Sikap Guru dalam Mengahadapi Tantangan Globalisasi
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guru sebagai
komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan
melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam
masyarakat. Guru diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki
kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan
dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan) harus
mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan
(akademis) maupun sikap mental.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dalam menjalankan
peran-perannya dengan mengedepankan profesionalisme adalah
sebagai berikut:
1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri
dengan responsif, arif, dan bijaksana. Responsive artinya guru harus bisa
menguasai dengan baik produk IPTEK, terutama yang berkaitan dengan dunia
pendidikan, seperti pembelajaran dengan menggunakan multimedia. Tanpa
penguasaan IPTEK yang baik, maka guru akan tertinggal dan menjadi korban IPTEK
serta menjadi guru “isoku iki”.[16]
2) Krisis moral yang melanda bangsa dan negara
Indonesia
Akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi
pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai
tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring
dengan pengaruh iptek dan globalisasi. Dikalangan remaja sangat begitu terasa
akan pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun
elektronik yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja
tergoda dengan kehidupan yang menjurus pada pergaulan bebas dan materialisme. Mereka
sebenarnya hanya menjadi korban dari globalisasi yang selalu menuntut
kepraktisan, kesenangan belaka, dan budaya instan.[17]
3) Krisis sosial, seperti kriminalitas,
kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat.
Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka
muncul masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan
masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka
yang lemah secara pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya
industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespon
realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus mampu
menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi
bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial
(kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan) bukan menjadi bagian bahkan
penyebab dari masalah sosial tersebut.
4) Krisis identitas sebagai bangsa dan negara
Indonesia
Sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di
dunia membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga negara
Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk setiap eksisnya bangsa dan negara
Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa
berkorban untuk bangsa dan negara. Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa
nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator, seperti kurang apresiasinya generasi muda pada kebudayaan asli
bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih kebarat-baratan, dan
beberapa indikator lainnya.[18]
Melihat realitas di atas guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai
nasionalisme harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan
pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5) Adanya perdagangan bebas, baik tingkat
ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.
Kondisi di atas membutuhkan kesiapan yang
matang terutama dari segi kualitas sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM (Sumber
Daya Manusia) yang handal dan unggul yang siap bersaing dengan bangsa-bangsa
lain di dunia. Dunia pendidikan mempunyai peranan yang
penting dan strategis dalam menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang
digambarkan seperti di atas. Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang visioner,
kompeten, dan berdedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan
sejumlah kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat
yang sedang dan terus berubah.[19]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1.
Guru
di dalam sosiologi merupakan sosok yang menjadi anutan bagi masyarakat. Guru
tidak hanya diperlukan oleh siswa di ruang kelas, tetapi juga oleh masyarakat
lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi
masyarakat.
2.
Beberapa peran
guru dalam sosiologi pendidikan yaitu: 1) Peran guru dalam proses belajar
mengajar, 2) Peran guru dalam pengadministrasian, 3) Peran guru sebagai
pribadi, 4) Peran guru sebagai psikologis.
3.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi
guru adalah sebagai berikut: 1) Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan
mendasar 2) Krisis moral yang melanda bangsa dan negara
Indonesia 3) Krisis sosial 4) Krisis identitas sebagai bangsa dan
negara Indonesia 5) Adanya perdagangan bebas.
B.
Kritik
Berdasarkan hal ini, maka guru harus
mampu memenuhi perannya secara keseluruhan, tidak hanya perannya sebgaai
seorang pengelola di dalam kelas akan tetapi juga sebagai pengadministrasian,
prribadi dan psikologis. Dalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan
kehidupan yang kompleks, seorang guru harus mampu mengimbangi laju arus
globalisasi agar mampu menciptakan out put yang berkualitas sesuai
dengan tuntutan perkembangan zaman.
C.
Saran
Sebaiknya guru perlu untuk
mengembangkan kualitas kinerjanya dalam dunia pendidikan sehingga dapat
memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan msayarakat ke arah
kemajuan. Guru juga perlu memahami aspek-aspek perkembangan IPTEK yang
merupakan akibat dari globalisasi, sehingga guru dan siswa mampu mengikuti laju
mobilitas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, Dan
Inovatif. Yogjakarta: DIVA Press. 2011.
Barnawi dan M. Arifin. Strategi dan Kebijakan Pembelajaran
Pendidikan Karakter. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Gunawan, Ary H. Sosiologi
Pendidikan (Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan).
Jakarta: Rineka Cipta. 2000.
Hendropuspito. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius.
1989.
Kunandar. Guru Profesional
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam
Sertifikasi Guru. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2007.
Permadi, Dadi dan Daeng Arifin. Panduan Menjadi Guru Profesional.
Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2013.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT.Kencana.
2011.
Supriadie, Didi dan Deni Darmawan. Komunikasi Pembelajaran.
Bandung: PT Remaja RosdaKarya. 2013.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi
Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2002.
Utsman, Kahar. Sosiologi Pendidikan. Kudus: STAIN Kudus.
2009.
[1] Didi Supriadie
dan Deni Darmawan, Komunikasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja
RosdaKarya, 2013), hlm. 47.
[2] Barnawi dan M.
Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter.(
Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm.
93.
[3] Kahar Utsman, Sosiologi
Pendidikan, (Kudus: STAIN Kudus, 2009), hlm. 4.
[4] Ary H.
Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Suatu
Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Probllm Pendidikan), (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), hlm. 45.
[5] Hendropuspito,
Sosiologi Sistematik, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 179.
[6] Jamal Ma’mur Asmani,
Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, Dan Inovatif, (Yogjakarta: DIVA
Press, 2011), hlm. 39.
[7] Dadi Permadi
dan Daeng Arifin, Panduan Menjadi Guru Profesional, (Bandung: CV. Nuansa
Aulia, 2013), hlm. 63.
[8] Jamal Ma’mur
Asmani, Tips Menjadi Guru, hlm. 40.
[10] Jamal Ma’mur
Asmani, Tips Menjadi Guru, hlm. 45-46.
[11]Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran, (Jakarta: PT.Kencana, 2011), hlm. 26.
[12] Jamal Ma’mur
Asmani, Tips Menjadi Guru, hlm. 54.
[13] Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Profesional.
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),
hlm. 12.
[14] Ibid.., hlm.
13.
[15] Ibid.
[16] Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 37.
[17] Ibid,
hlm. 38.
[19] Ibid.,
hlm. 40.