PENDIDIK SEBAGAI SOSOK MODEL BAGI
PESERTA DIDIK
Oleh: Naila
Shifwah
A.
Pendahuluan
Seorang pendidik memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan
bahkan perubahan tingkah laku peserta didik. Bukan hanya membantu peserta didik
mengembangkan aspek kognitifnya, melainkan membantu peserta didik mengembangkan
dan merubah tingkah laku peserta didik menjadi lebih baik.
Dalam konsep pendidikan Islam pendidik bertanggung jawab terhadap
peserta didik dalam proses pembelajaran dan juga proses pembelajaran berakhir,
bahkan sampai di akhirat. Oleh karena itu pendidik memegang kunci keselamatan
ruhani dalam masyarakat. Bahkan pendidik disebut sebagai spiritual father yaitu bapak ruhani bagi
peserta didik.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, pendidik atau guru memiliki posisi
yang sangat terhormat. Masyarakat Jawa menyebut istilah guru
berasal dari kata digugu lan ditiru. Kata digugu (dipercaya)
mengandung maksud bahwa guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai sehingga ia memiliki
wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Sedangkan, kata ditiru
(diikuti) menyimpan makna bahwa guru merupakan sosok manusia yang memiliki
kepribadian yang utuh seningga tindak tanduknya patut dijadikan panutan oleh
peserta didik dan masyarakat.
Dengan demikian dalam proses pendidikan peserta didik, pendidik
memiliki otoritas sebagai model atau figure bagi peserta didik dalam
mencapai tujuan pendidikannya yaitu insan yang kamil.
Akan tetapi globalisasi telah membawa dampak yang luas di seluruh
belahan bumi, termasuk Indonesia. Dampak modernisasi juga semakin merebak
dengan ditandainya pesatnya teknologi dan informasi yang bebas. Hal ini membawa
dampak positif dan negatif. Pendidik harus semakin waspada terhadap pada era
sekarang. Pasalnya dampak negatif lebih cepat berkembang di masyarakat, yang di
dalamnya terdapat peserta didik maupun pendidik itu sendiri. Khususnya pendidik
yang merupakan panutan, teladan, atau sosok yang ditiru, ia justru harus
membentengi diri terlebih dahulu.
Berdasarkan pemberitaan mutakhir di berbagai media informasi,
banyaknya kasus kekerasan fisik maupun kekerasan asusila yang dilakukan oleh
oknum pendidik, tragisnya kasus tersebut terjadi di lingkungan lembaga
pendidikan dan korban merupakan peserta didik. Kasus korupsi kepala sekolah
juga ikut menambah tercoreng citra pendidik sebagai sosok model yang ditiru
oleh peserta didik. Kerusakan pendidik sebagai model dan pribadi tersebut
membuat peserta didik bingung dalam bercermin dan dalam proses identifikasi
diri mereka.
Selain kasus di atas yang menjadi integritas pendidik menurun, juga
terdapat realita seroang pendidik yang mampu menjadi model bagi peserta didiknya,
mereka memberi contoh gambaran seorang pendidik yang pantas menjadi sosok
model, dimana peserta didik mampu untuk mengidentifikasi dirinya sesuai model
yang memang layak dan pantas. Seperti beberapa pendidik yang memberikan teladan
kepada peserta didiknya dengan menjadi petugas upacara.
Oleh karena itu, di sini penulis akan membahas mengenai pendidik
yang menjadi sosok model bagi peserta didik, lebih mengarah pada pendidik di
lembaga sekolah yaitu guru akan tetapi dapat diterapkan pendidik pada umumnya.
Agar pendidikan akan tercapai sesuai dengan tujuaannya, yaitu menciptakan insan
kamil, melalui seorang pendidik yang menjadi model, yang mengantarkan peserta
didik pada akhlak yang luhur, spiritual yang kuat dan pengetahuan yang luas.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diambil beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Mengapa pendidik harus memilki peran sebagai model bagi peserta
didiknya?
2. Apa upaya pendidik agar dapat menjadi model bagi peserta didik?
3. Bagaimana sosok pendidik
yang menjadi model dalam perspektif pendidikan Islam?
C.
Pembahasan
1. Peran Pendidik sebagai Model
Secara etimologi pendidik berasal dari kata educator, yang
biasanya dikenal dengna istilah teacher. Dengan tugasnya meliputi transfer
of knowledge sekaligus transfer of value. Al-Ghazali mengatakan
bahwa pendidik adalah seorang yang menyempurnakan, membersihkan, dan
mengarahkan (peserta didik) kepada Allah Azza Wajalla. Dalam hal ini kedudukan
pendidik disejajarkan dalam barisan para Nabi. Sedangkan menurut Winkel
pendidik adalah seseorang yang menuntun siswa untuk mencapai kehidupan yang
lebih sempurna.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah
seseorang yang melakukan usaha secara sadar terhadap pengembangan potensi peserta
didik agar lebih baik, sehingga menjadi manusia yang utuh yaitu manusia kamil
yang mampu mengemban tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi.
Menurut teori kognitif sosial berangkat dari pembelajaran
observasional. Manusia belajar berinteraksinya dengan manusia lain. Seorang
anak akan belajar dari orang dewasa dengan cara mengamati tindakan orang
dewasa. Dari hasil sebuah pengamatan seorang anak dapat membuat imitasi atas
tindakan tersebut.
Bagi Bandura, pengamatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap
model merupakan proses belajar observasional. Dalam proses tersebut seseorang
dapat mengimitasi perilaku, tetapi dapat pula melakukan sesuatu yang bertolak
belakang dengan yang diamati.
Misal seseorang melihat orang lain mengayuh sepeda kemudian ia menabrak pagar,
orang yang melakukan belajar observasional atau pengamatan akan menghindari
pagar tersebut.
Dalam proses belajar observasional ini peserta didik membutuhkan
sosok untuk dijadikan model. Sebagai orang yang digugu dan ditiru di
sini seorang guru atau pendidik dituntut mampu menjadi model bagi peserta
didiknya, bahkan dikatakan pendidik merupakan model bagi peserta didik dan juga
semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai model merupakan salah
satu peran pendidik yang harus dipenuhi.
Peran ini dibutuhkan oleh seorang peserta didik untuk mengembangkan
potensinya. Peserta didik lebih cenderung mudah memahami sesuatu yang ada pada
realita di sekitarnya atau peneladanan, terutama oleh pendidik. Mereka akan
merefleksi semua yang ada pada diri pendidiknya. Ketika pendidik gagal untuk
menata moral, spiritual dan emosionalnya tidak menutup peluang peserta didik
akan mengimitasi kegagalan tersebut.
Sesuai dengan pendidik sebagai father spiritual bagi peserta
didiknya. Pendidik merupakan pelita zaman yang menerangi jalan hidup peserta
didik, dia pula yang menyirami keringnya jiwa peserta didik dengan embun
kesejukan.
Dalam perannya ini, pendidik berkewajiban memberikan santapan jiwa, pembinaan
akhlak mulia dan meluruskan perilaku yang buruk melalui keteladanan seorang
pendidik yang baik serta mulia.
Di sini bisa dilihat pentingnya kedudukan pendidik dalam
pendidikan. Pendidik seperti penunjuk jalan kehidupan peserta didik.
Keberhasilan pendidikan peserta didik sangat dipengaruhi oleh seorang pendidik.
Sebaik apapun landasan, sistem, dan kurikulum pendidikan jika berada di tangan
yang tidak tepat maka akan menjadi sia-sia bahkan akan menjadi mesin
penghancur. Contoh yang sering ditemui, seorang pendidik memerintah peserta
didiknya untuk berangkat tepat waktu agar tida terlambat, akan tetapi guru
tersebut sering tiba di sekolah ketika bel sudah berbunyi. Maka inilah
tanggapan dari peserta didiknya, ‘Pak Guru saja terlambat kenapa saya tidak?’
atau ‘Memerintah kok malah telat sendiri’. Pada kasus seperti ini
peserta didik akan meremehkan saja nasehat dari pendidiknya. Dan banyak contoh
pendidik yang belum pantas menjadi sosok model yang edukatif.
Pada kasus di atas dapat dipahami bahwa pendidik harus melaksanakan
dahulu apa yang ia perintahkan kepada peserta didiknya, meliputi dari tingkah
laku, akhlak, dan ilmu yang diajarkan. Jangan sampai ia melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan apa yang dikatakannya sendiri.
Allah berfirman dalam surat ash-Shaff (61) ayat 2-3:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 cqä9qà)s? $tB w tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uã92 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB w cqè=yèøÿs? ÇÌÈ
“Wahai orang-orang
yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.”
Mengapa peneladanan sangat efektif untuk internalisasi dalam proses
pembelajaran? Karena murid (peserta didik) secara psikologis senang meniru, dan
karena sanksi-sanksi sosial yaitu seseorang akan merasa bersalah jika tidak
mampu meniru orang-orang di sekitarnya. Dalam Islam bahkan peneladanan ini
sangat diistimewakan dengan menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW itu teladan yang
baik (uswah khasanah).
Tugas utama pendidikan ialah membantu manusia menjadi manusia.
Tetapi jika pendidik sebagai orang yang membantu peserta didik menjadi manusia
merupakan orang yang gagal menjadi manusia (berpkepribadian buruk) misal,
korupsi dan berbuat asusila, bagaimana mungkin ia membantu orang lain sedangkan
dirinya sendiri belum menjadi manusia yang utuh. Secara logis produsen yang
rusak akan menghasilkan produk yang rusak atau yang lebih rusak rusak.
Pendidikan sendiri merupakan dasar dari kehidupan peserta didik. Peserta
didik mengetahui mana sesuatu yang baik dan buruk, mana yang berdosa dan yang
tidak, mana yang sopan dan tidak, semuanya ia ketahui melalui pendidikan.
Sedangkan dalam pengaplikasian materi pendidikan di sini tidak sebatas pada
pengetahuan (knowing), tapi ia juga harus melaksanakannya (doing)
dan menjalani kehidupan seperti yang telah ia ketahui (being). Untuk mencapai pada peserta
didik menjalani kehidupan seperti yang telah ia ketahui, pendidik memiliki
peran peneladanan sebagai sosok model bagi peserta didiknya. Mereka tidak boleh
hanya menyuruh peserta didik menjalankan pengetahuannya sedangkan mereka belum
melakukannya.
Dalam proses identifikasi diri peserta didik di era kemajuan
teknologi serta informasi yang bebas, peserta didik cenderung lebih tertarik
kemudian meniru pada budaya yang bersifat kekinian tanpa adanya pemilihan dan
pemilahan (selektif) dahulu. Yang menjadi trend itulah yang menarik
perhatian peserta didik masa kini, dan trend yang merasuki jiwa peserta
didik di era globlalisasi yaitu trend kebudayaan barat yang liberal,
misal free sex, mengkonsumsi narkoba, tawuran.
Agar menghindari peserta didik mencari model sendiri yang belum ada
jaminan kesuaiannya dengan nilai-nilai islami-edukatif dan nilai-nilai sosial-kultural,
maka guru harus menjadi sosok model yang mengantarkan peserta didik pada
manusia yang menjadi manusia seutuhnya.
Pendidik menjadi sosok model bagi peserta didik yaitu pendidik menjadi
ukuran dalam norma-norma tingkah laku peserta didik.
Segala perkataan dan tindakan pendidik akan menjadi pusat perhatian peserta
didik. disadari atau tidak, semua yang dilakukan pendidik akan mudah ditiru
oleh peserta didik.
Demikian dahsyatnya pengaruh pendidik, maka seorang pendidik harus
senantiasa melakukan kontemplasi diri ats segala hal yang diperbuat. Jangan
sampai terjadi perilaku buruk pendidik menjadi potret yang akan ditiru oleh
peserta didik.
2. Upaya Pendidik untuk Menjadi Model
Untuk menjadi model, yang utama pendidik harus berkepribadian
luhur. Seorang psikolog terkemuka Profesor Doktor Zakiah Darajdat (1982)
menegaskan: “Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik
dan pembina ynag baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil
(tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa)”.
Pendidik harus memiliki beberapa kompetensi dalam perannya sebagai
model yaitu: kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta), kompetensi afektif
(kecakapan ranah karsa), dan kompetensi psikomotor (kecakapan ranah karsa).
Kompetensi kognitif mengandung bermacam-macam pengetahuan baik yang
bersifat deklaratif maupun yang bersifat prosedural. Pengetahuan deklaratif
merupakan pengetahuan yang relatif statis-normatif dengan tatanan ynag jelas
dan dapat diungkapkan dengan lisan. Sedangkan
pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan praktis dan dinamis yang
mendasari keterampilan melakukan sesuatu.
Kompetensi afektif guru guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga
sukar untuk diidentifikasi. Kompetensi ranah ini sebenarnya meliputi seluruh
fenomena perasaan dan emosi seperti; cinta, benci, senang, sedih, dan
sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kompetensi psikomotor, secara garis besar kompetensi ranah karsa
pendidik terdiri atas dua kategori yaiti: kecakapan fisik umum dan kecakapan
fisik khusus. Kecakapan fisik umum direfleksikan dalam bentuk tindakan dan
gerakan umum jasmani pendidik seperti duduk, berdiri, berjalan, berjabat
tangan, dan sebagainya yang tidak berhubungan dengan aktivitas mengajar. adapun
kecakapan fisik khusus, meliputi keterampilan-keterampilan akspresi verbal dan
nonverbal tertentu yang direfleksikan pendidik ketika mengelola proses belajar-mengajar.
Cara pendidik agar mampu menjadi model yaitu memenuhi semua
kriteria untuk menjadi sosok pendidik yang pantas dijadikan model oleh peserta
didiknya. Maka sebelumnya seorang pendidik sebenarnya harus melakukan upaya
untuk menarik simpati dari peserta didik, maksudnya untuk menjadi model,
pendidik terlebih dahulu harus disukai oleh peserta didiknya. Walaupun tidak
tertutup kemungkinan peserta didik meniru pendidik yang tidak disukainya,
biasanya hal ini terjadi pada kasus negatif.
Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh F. W. Hart pada 3.725 orang
murid Sekolah Menengah Atas. Dalm angket itu dimasukkan 43 macam sifat
pendidik. Dari sifat-sifat itu peserta didik harus memilih sifat yang paling
disukai dan paling tidak disukainya. Berikut sepuluh sifat yang paling disukai
peserta didik tersebut.
1.
Suka
membantu dalam pekerjaan sekolah, menerangkan pelajaran dan tugas denga jelas
serta mendalam dan menggunakan contoh-contoh sewaktu mengajar.
2.
Riang,
gembira, mempunyai perasaan humor dan suka menerima lelucon atas dirinya, dalam
batasan yang tidak berlebihan.
3.
Bersikap
akrab seperti sahabat, merasa seorang anggota dalam kelompok kelas.
4.
Menunjukkan
perhatian pada murid dan memahami mereka.
5.
Berusaha
agar pekerjaan kelas menarik, membangkitkan
keinginan belajar.
6.
Tegas,
sanggup menguasai kelas, membangkitkan rasa hormat pada peserta didiknya.
7.
Tak
pilih kasih, tidak mempunyai anak kesayangan.
8.
Tidak
suka mengomel, mencela, mengejek, menyindir.
9.
Betul-betul
mengajrkan sesuatu yang berharga kepada peserta didiknya.
10. Mempunyai pribadi yangmenyenangkan.
3. Sosok Pendidik yang Menjadi Model
perspektif Pendidikan Islam
Segala
tingkah laku perbuatan dan carar-cara berbicara pendidik akan ditiru dan
didikuti oleh peserta didik. Oleh karena itu sebagai pendidik dalam hal ini
harus memberikan contoh yang baik agar peserta didiknya mudah meniru apa yang
dilakukan oleh pendidiknya.
Tingkah
laku perbuatan Rasulullah Saw merupakan suatu contoh yang baik, sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surat al-Ahzab (33) ayat 21:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.”
Nabi
Muhammad SAW sendiri telah memberikan contoh melaksanakan sembahyang
sebagaimana dalam sebuah haditsnya:
Dengan
contoh tingkah laku perbuatan tersebut, menimbulkan gejala identifikasi yaitu
penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Hal ini sangat penting dalam
pembentukan kepribadian peserta didik. ini merupakan suatu proses yang ditempuh
peserta didik dalam mengenal nilai-nilai kehidupan. Mula-mula nilai-nilai
kehidupan itu diserap peserta didik tidak terasa, kemudian hal ini dapat
dimilkinya.
Sebagai
uswatun khasanah, maka pendidik yang menjadi sosok model bagi peserta
didik dalam perspektif pendidikan Islam yang utama yaitu Nabi Muhammad SAW.
Pengaruh beliau masih sangat kuat dan mendalam serta berakar dalam hati
pengikutnya. Bahkan Robert L. Gullick Jr. Dalam buku yang berjudul Muhammad,
The Educator (Firmansyah, 2008) memuji Nabi Muhammad sebagai guru besar
sejati dengan menyatakan, “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing
menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar”. Firmansyah (2008)
menyatakan ada delapan sifat keguruan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW, yaitu sebagai berikut:
1. Kasih sayang.
Sifat kasih sayang wajib dimiliki oleh setiap pendidik sehingga
proses pembelajaran yang diberikan menyentuh sampai ke hati. Implikasi sifat
ini adalah pendidik menolak untuk tidak suka meringankan beban orang lain yang
dididik.
2. Sabar.
Sifat sabar adalah yang dibutuhkan untuk
menjadi pendidik yang sukses. Keragaman sikap dan kemampuan memahami yang
dimiliki oleh anak didik menjadi tantangan bagi pendidik. Terutama bagi anak
didik yang lamban dalam memahami materi dibutuhkan kesabaran yang lebih dari pendidik untuk mencari cara agar
anak didik dapat memahami materi.
3. Cerdas.
Seorang pendidik harus mampu menganalisis
setiap masalah yang muncul dan memberi solusi yang tepat untuk mengembangkan
anak didiknya merupakan wujud dari sifat cerdas. Kecerdasan yang dibutuhkan
tidak hanya kecerdasan intelektual namun juga kecerdasan emosional dan
spiritual.
4. Tawadhu’.
Rasulullah mencotohkan sifat tawadhu’
kepada siapa saja, baik kepada yang tua maupun kepada yang lebih tua. Sifat
tawadhu’ ini akan memudahkan pembelajaran dan memperkuat pengaruh baik pendidik
kepada anak didik karena adanya penghormatan.
5. Bijaksana.
Seorang pendidik tidak boleh mudah
terpengaruh dengan kesalahan, bahkan keburukan yang dihadapinya dengan
bijaksana dan lapang dada sehingga akan mempermudah menyelesaikan.
6. Pemberi maaf.
Anak didik yang ditangani oleh pendidik
tentunya tidak luput dari kesalahan maupun yang tidak terpuji. Maka dari itu, pendidik
dituntut mudah memberikan maaf meskipun ada sanksi yang diberikan kepada anak
didik yang menjadipelaku kesalahan dalam pembelajaran.
7. Kepribadian yang kuat.
Sanksi bisa jadi tidak diperlukan dalam
mengedukasi anak didik memiliki kepribadian yang kuat sehingga memunculkan
apresiasi dari anak didik. Secara otomatis, kepribadian yang kuat bisa mencegah
terjadinya kesalahan dan mampu menanamkan keyakinan dalam diri anak.
8. Yakin terhadap tugas pendidikan.
Rasulullah dalam menjalankan tugas
mengedukasi secara optimis dan penuh keyakinan terhadap tugas yang diembannya.
Allah SWT akan mempercepat pemberian terhadap manusia yang memiliki keyakinan
tinggi terhadap keberhasilan setiap tugas yang dilakukan.
Menurut Ibnu
Sina seorang pendidik seharusnya cerdas dan bijaksana, taat beragama, mengerti
pembinaan akhlak, budi pekerti, pandai membimbing anak-anak, terhormat, jauh
daro sifat-sifat negatif (kasar, lemah), tidak banyak mengobrol di hadapan
anak-anak, bermuka manis dan ramah, punya prestige (harga diri), bersih
dan rapi.
Sedangkan
menurut al-Ghazali, seorang yang memiliki akal sempurna dan akhlak terpuji baru
boleh menjadi guru (pendidik). Selain itu juga harus didukung dengan
sifat-sifat khusus, yaitu:
1. Rasa kasih sayang dan simpatik.
2. Tulus ikhlas.
3. Jujur dan terpercaya.
4. Lemah lembut dalam memberi nasehat. Pendidik tidak berlaku kasar
terhadap peserta dalam mendidiknya.
5. Berlapang dada.
6. Memperlihatkan perbedaan individu, dalam arti pendidik hendaknya
membatasi peserta didik pada kecerdasan pemahamannya, ia tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak mampu dicapai
oleh kemampuan akalnya.
7. Mengajar tuntas (tidak pelit ilmu).
8. Memiliki idealisme.
Sehingga dari
perspektif Pendidikan dalam Islam sosok pendidik yang pantas menjadi model bagi
peserta didiknya yaitu pertama memiliki keimanan yang kuat, kedua berakhlak mulia, dan ketiga cerdas atau
berpengetahuan luas.
D.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Barnawi
dan M. Arifin. 2013, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter.
Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.
Efferi,
Adri. 2011., Filsafat Pendidikan Islam. Nora Media Enterprise: Kudus.
Jameel
Zeeno, Muhammad. 2005, Resep Menjadi Pendidik Sukses (Berdasarkan Petunjuk
al-Qur’an dan Teladan Nabi Muhammad).
Hikamah (PT Mizan Publika): Jakarta.
Nasution,
S. 2000, Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
Setyawan,
Sigit. 2013, Guruku Panutanku. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI): Yogyakarta.
Syah,
Muhibbin. 2000, Psikologi Pendidikan (Dengan Pendekatan Baru). PT Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Tafsir,
Ahmad. 2012, Filsafat Pendidikan Islami. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Uzer
Usman, Moh.. 2002. Menjadi Guru Profesional. PT Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Yonny,
Acep dan Sri Rahayu Yunus. 2011, Begini Cara Menjadi Guru Inspiratif dan
Disenangi Siswa.Pustaka Widyatama: Yogyakarta.
Zuhairini,
dkk. 1995, Filsafat Pendidikan Islam. Bumi Aksara: Jakarata.